JENEWA, (Panjimas.com) – Diperkirakan sekitar 400.000 Muslim Rohingya terpaksa meninggalkan wilayah Myanmar sejak 25 Agustus menyusul tindak kekerasan oleh Militer, demikian menurut PBB , Kamis (14/09).
“Sekitar 400.000 Rohingya telah meninggalkan Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus, dengan ribuan lainnya tiba setiap harinya. Sekitar 60 persen adalah anak-anak,” ujar Badan Anak-anak PBB, UNICEF, dalam sebuah pernyataan.
“Terdapat kekurangan akut di segala hal, yang paling kritis adalah tempat tinggal, makanan dan air bersih,” pungkas Perwakilan UNICEF di Bangladesh, Edouard Beigbeder, dilansir dari Anadolu Ajensi.
UNICEF mengajukan permintaan sebesar $ 7,3 juta dollar untuk memberikan dukungan darurat kepada anak-anak Muslim Rohingya di Bangladesh untuk empat bulan ke depan.
Para pengungsi Rohingya terpaksa melarikan diri dari operasi keamanan militer di mana pasukan keamanan dan gerombolan ektrimis Buddha membunuhi pria, wanita dan anak-anak Rohingya, menjarah rumah dan bahkan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Menurut pemerintah Bangladesh, sekitar 3.000 Muslim Rohingya dibantai dalam tindakan kekerasan Militer Myanmar tersebut.
Etnis Paling Teraniaya di Dunia
John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang paling tertindas di dunia.”
Sementara itu, Pelapor khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee, pada Jumat (20/01/2017) menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata di negara bagian Rakhine disebabkan karena diskriminasi selama beberapa dekade lamanya yang dilembagakan, terstruktur dan sistematis terhadap Muslim Rohingya.
Undang-Undang tahun 1982 menolak hak-hak etnis Rohingya – banyak di antara mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, namun hak kewarganegaraan mereka tak diakui, status mereka stateless [tanpa negara]. Situasi ini juga menghilangkan kebebasan Rohingya bergerak, dari akses pendidikan hingga layanan kesehatan yang sangat minim, bahkan otoritas Myanmar terus melakukan penyitaan sewenang-wenang terhadap properti milik mereka.
Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine, di mana mereka dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara. Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya, etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.[IZ]