KARANGANYAR (Panjimas.com) – Daurah Tahfidzul Qur’an program dua bulan dengan target hafal 30 juz yang digelar Ittihadul Ma’ahid Muhammadiyah (ITMAM) di Karimunjawa, Jepara, yang dimulai pada Senin (4/9/2017) dibubarkan diduga oleh kelompok intoleran.
Pada Rabu malam (6/9/2017) kegiatan ini mendapat ancaman. Ustadz Furqon Mawardi, Ketua Panitia Daurah meminta masyarakat menilai sendiri apabila ada ultimatum dengan batas waktu tujuh hari untuk meninggalkan tempat lokasi Daurah di Karimunjawa.
“Kira-kira kita diultimatum, sepekan harus keluar, itu apa namanya? Kami beri waktu sepekan harus cabut. Kira-kira apa itu namanya? Dari warga itu, sama oknum NU kan,” kata Ustadz Furqon kepada Panjimas.com, Selasa (12/9/2017). (Baca: Ketua Panitia Tahfizhul Qur’an Muhammadiyah: Diminta Meninggalkan Tempat dalam Waktu 7 Hari, Apa Namanya?)
Dia mengungkapkan bahwa bangunan pemberian yayasan Bina Muwahidin dianggap sebagai penyebar paham Wahabi. Padahal, menurut dia, mantan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Karimunjawa, Ustadz Sholikhul telah menjelaskan bahwa kegiatan tersebut hanya menghafal Al-Qur’an dari santri seluruh perwakilan Ponpes Muhammadiyah se-Indonesia.
Ironisnya, tempat-tempat hiburan yang diduga jadi tempat maksiat di Karimunjawa justru tidak dipersoalkan. (Baca: Isu Wahabi Jadi Senjata Kelompok Intoleran Bubarkan Dauroh Penghafal Al-Qur’an Muhammadiyah?)
“Bina Muwahidin hanya menyerahkan ke Muhammadiyah saja. Dan warga sekitar disana juga menyayangkan, ‘mas kok diusir, jelas-jelas di sini ada yang judi, minuman keras dan pasti perzinahan’,” ucapnya.
“Saya ditelpon malam Jumat oleh Ustadz Yunus (ketua ITMAM) bahwa ini dikasih waktu sepekan. Ustadz sholikhul mengatakan jangankan sepekan besok pun kita pulangkan. Akhirnya Jum’at siang kita evakuasi,” ucap dia.
Kemudian, alasan penolakan karena bangunan pesantren tidak memiliki IMB. Padahal jika mau ditelisik, berapa banyak tempat-tempat hiburan di Jepara yang juga dipertanyakan IMBnya, kenapa tidak dipermasalahkan?
Bahkan ironisnya, ketika peserta Daurah Tahfizhul Qur’an akan dipindahkan kegiatannya ke masjid, tetap tidak diperbolehkan.
“Isu yang berkembang bahwa bangunan belum punya IMB. Lucunya lagi Pak Sholikhul kan punya masjid, kalau yang dipermasalahkan IMB, peserta akan dipindahkan di masjid. Tapi tetap tidak boleh, kan ini alasan yang kurang logis,” paparnya.
Namun demikian, pihak ITMAM menegaskan bahwa penolakan itu terjadi diduga lantaran perilaku oknum yang melakukan tindakan intoleran yang menggoreng isu Wahabi. Mereka berhusnuzhan, warga Nahdliyin yang asli, tak mungkin melakukan tindakan intoleran.
“Kalau saya mengatakan oknum, pak Sholikhul mengatakan ada aknum sekitar tiga orang yang mengkompori warga bahwa ini Wahabi datang, Wahabi sudah datang begitu. Saya yakin Kalau NU asli insya Allah tidak,” pungkasnya. [AW/SY]