JENEWA, (Panjimas.com) – Diperkirakan sebanyak 370.000 Muslim Rohingya terpaksa melarikan diri wilayah Myanmar sejak 25 Agustus, menurut seorang juru bicara PBB, Selasa (12/09), mengutip laporan AA.
Juru bicara Ketua Organisasi Internasional untuk Migrasi, International Organization for Migration (IOM), Leonard Doyle memaparkan bahwa upaya kemanusiaan di perbatasan Bangladesh “jelas dalam peregangan penuh”.
Angka terbaru untuk pengungsi yang telah menyeberang dari negara bagian Rakhine Myanmar ke Bangladesh terdapat kenaikan sebanyak 57.000 jiwa pada angka yang diberikan oleh Badan Pengungsi PBB, Senin (11/09).
Para pengungsi tersebut melarikan diri dari operasi militer brutal baru-baru ini di mana mereka mengatakan bahwa pasukan militer dan gerombolan ektrimis Budha membunuhi pria, wanita dan anak-anak Rohingya, bahkan menjarah rumah dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.
Menurut Bangladesh, sekitar 3.000 penduduk Rohingya dibantai dalam tindakan brutal Militer Myanmar tersebut.
Etnis Paling Teraniaya di Dunia
John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang paling tertindas di dunia.”
Sementara itu, Pelapor khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee, pada Jumat (20/01/2017) menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata di negara bagian Rakhine disebabkan karena diskriminasi selama beberapa dekade lamanya yang dilembagakan, tersturktur dan sistematis terhadap Muslim Rohingya.
Undang-Undang tahun 1982 menolak hak-hak etnis Rohingya – banyak di antara mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, namun hak kewarganegaraan mereka tak diakui, status mereka stateless [tanpa negara]. Situasi ini juga menghilangkan kebebasan Rohingya bergerak, dari akses pendidikan hingga layanan kesehatan yang sangat minim, bahkan otoritas Myanmar terus melakukan penyitaan sewenang-wenang terhadap properti milik mereka.
Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine, di mana mereka dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara. Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya, etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.[IZ]