JAKARTA (Panjimas.com) – Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam hal ini Komisi Dakwah Se-Indonesia, mengeluarkan Pedoman Dakwah bagi para da’i untuk menyampaikan dakwah Islamiyah. Pedoman itu ditetapkan di Jakarta, 5 September 2017 lalu, ditandatangani oleh Ketua Umum MUI, Prof. DR. KH. Ma’ruf Amin dan Sekjen MUI DR.H.Anwar Abbas.
Adapun tim perumus Pedoman Dakwah terdiri dari tujuh orang, yakni: KH. Abdusshomad Buchori, Drs. H. Sholahuddin Al-Aiyub, M.Si, KH. Cholil Nafis, Ph.D, KH. Fahmi Salim, Lc, MA, KH. Drs Risman Mukhtar, M.ag, KH. Drs. Ahmad Zubaidi, MA, dan KH. Dr. Samsul Maarif.
Pedoman Dakwah memiliki Landasan Normatif (dalil Al Qur’an dan Hadits). Kemudian, terdiri dari: Bab I (Ketentuan Umum), Bab II (Visi dan Misi Dakwah), Bab III (Tujuan Dakwah), Bab IV (Integritas dan Kompetesni Da’i), Bab V (Objek Dakwah), Bab VI (Metode Dakwah), Bab VII (Materi Dakwah), Bab VIII (Kode Etik Dakwah), Bab IX (Wawasan Dakwah), Bab X (Dewan Etik Dakwah), dan Bab XI (Penutup).
Sebagai muqoddimah dalam Pedoman Dakwah tersebut dijelaskan, Dakwah Islamiyah tidak pernah berhenti sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad Saw hingga hari kiamat. Dakwah Islamiyah harus dilaksanakan di setiap tempat dan waktu.
Dakwah dilaksanakan, baik dalam konteks mengajak non-muslim masuk ke dalam Islam, memberikan pemahaman tentang Islam kepada mereka, ataupun melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar terhadap sesama muslim, termasuk di dalamnya mengajak terus menerus kepada sesama muslim untuk melaksanakan kehidupan yang Islami.
Dakwah Islam juga merupakan bagian dari tugas umat Islam agar selalu menyebarkan ajaran Rasulullah Saw yang tujuannya adalah untuk memberi rahmat kepada sekalian alam (rahmatan lil’alamin).
Dengan dakwah, Islam diharapkan akan dapat berkembang dengan pesat dan baik. Dengan Dakwah, tatanan masyarakat muslim dapat tertata dengan baik. Dakwah harus memerankan fungsi “tauhidul ummah” (mempersatukan ummat), “tansiqul harakah (mensinkronkan gerakan dakwah), ‘taswiyatul manhaj’ (menyamakan persepsi pola keagamaan Ahlusunnah wal Jamaah), dan ‘himayatul ummah’ (melindungi ummat dari akidah dan pemikiran sesat, muamalat yang haram, dan konsumsi yang haram, termasuk membentengi umat Islam menghadapi rongrongan dari luar seperti upaya pemurtadan dsb).
Agar tercapai sasarannya, dakwah harus dilaksanakan dengan memperhatikan da’i, mad’u, maddah, wasilah dan manhaj. Fenomena yang terhadi saat ini, kebanyakan dakwah dilaksanakan secara kurang terencana dan gencar dilaksanakan hanya berkaitan dengan perayaan hari-harei besar Islam.
Hal ini pun masih menyisakan masalah, seperti kompetensi da’i, kekurangtertarikan mad’u pada materi-materi dakwah yang membuka wawasan umat, materi yanh tidak mendalam dan tidak komprehensif, bahkan tidak jarang lebih menonjolkan pencitraan diri, pemahaman radikal dan menyerang kelompok lain yang berbeda pemahaman, atau sebaliknya dengan pemahaman liberal yang cenderung permisif serta membolehkan dan menggampangkan.
Esensi dakwah adalah mengingatkan, membimbing, dan mengajak manusia untuk: 1) Berbuat baik dalam segala hal, sesuai dengan tuntutan Allah Swt dan Rasul-nya. 2) Meninggalkan segala hal yang dilarang/bertentangan dengan tuntutan Allah Swt dan Rasul-nya., dan 3) mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridhoi Allah Swt.
Karena itu, metode dakwah mempunyai cakupan yang luas, seperti dengan tabligh bil lisan, menyampaikan pesan melalui tulisan, dakwah dengan kegiatan nyata seperti mengajak orang untuk berjamaah ke masjid, mengadakan kegiatan sosial dsb.
Saat ini dakwah masih sering difahami sebatas tabligh bil lisan dan dominan dilakukan dengan metode ceramah melalui mimbar dan pengajian formal.
Kegiatan dakwah dalam bentuk ceramah sebenarnya sudah cukup ramai, baik dilakukan off air maupun on air. Namun pada kenyataaanya berbagai persoalan keagamaan dalam masyarakat masih banyak terjadi.
Kegiatan dakwah Islam dalam beberapa hal masih belum menyentuh substansi masalah yang dihadapi umat. Di sisi lain ada kasus-kasus muncul yang justru timbul karena kegiatan dakwah yang kurang tepat. Karena itu, diperlukan pedoman dakwah yang dapat dijadikan panduan bagi para da’i, sehingga dakwahnya dapat tepat sasaran.
Dakwah Islam harus mencontoh dakwah Rasulullah Saw yang menonjolkan kerahmatan, seiring dengan tujuan diutusnya Rasulullah Saw sebagai rahamatan lil’alamin.
Dakwah rahmatan lil’alamin tidak hanya berwujud produk (hasil) yang langsung dapat dinikmati, melainkan juga proses, dengan memperhatikan ditemukannya cara, teknis, dan metode yang diperlukan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Singkat kata, dakwah bersemangat rahmatan lil’alamin adalah dakwah yang berorientasi pada tercapainya tujuan dakwah, sehingga apa yang disampaikan oleh para da’i adalah sebuah kebenaran. (desastian)