NAYPIDAW, (Panjimas.com) – Pada hari Kamis (07/09), Narendra Modi, Perdana Menteri India, bertemu dengan Aung San Suu Kyi, Penasihat Negara Myanmar dan peraih Nobel Perdamian, selama kunjungan resmi di Istana Presiden di Naypidaw, Myanmar, Rabu (06/09)
Setelah pertemuan Aung San Suu Kyi menyebut krisis Muslim Rohingya serupa dengan perselisihan Kashmir di India.
“Kami menghadapi masalah yang sama seperti yang dihadapi India di Kashmir,” tandasnya.
Suu Kyi mengklaim bahwa isu Muslim Rohingya adalah salah satu tantangan terbesar, sejak masa pra-kolonial dan karenanya, akan membutuhkan waktu untuk dipecahkan.
Undang-Undang tahun 1982 secara sepihak menolak hak-hak etnis Rohingya – banyak di antara mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, namun hak kewarganegaraan mereka tak diakui, status mereka stateless [tanpa negara]. Situasi ini juga menghilangkan kebebasan Rohingya bergerak, dari akses pendidikan hingga layanan kesehatan yang sangat minim, bahkan otoritas Myanmar terus melakukan penyitaan sewenang-wenang terhadap properti milik mereka.
Diperkirakan 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di Rakhine, di mana mereka dianiaya, dan menjadi minoritas etnis tanpa negara. Pemerintah Myanmar secara resmi tidak mengakui Rohingya, menyebut mereka imigran Bengali sebagai imigran ilegal, meskipun ketika dilacak akar sejarahnya, etnis Rohingya telah lama hidup dan tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
John McKissick, seorang pejabat Badan pengungsi PBB yang berbasis di Bangladesh, mengatakan etnis Rohingya adalah “minoritas etnis yang paling tertindas di dunia.”
Pelapor khusus HAM PBB di Myanmar, Yanghee Lee, pada Jumat (20/01/2017) mengatakan bahwa pemberontakan bersenjata di negara bagian Rakhine disebabkan karena diskriminasi selama beberapa dekade lamanya yang dilembagakan, terstruktur dan sistematis terhadap Muslim Rohingya.
Sementara itu Kashmir, merupakan wilayah Himalaya dengan mayoritas berpenduduk Muslim. Sebagaimana diketahui, Dataran Kashmir merupakan wilayah sengketa yang diklaim oleh India maupun Pakistan.
India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga peperangan di tahun 1948, 1965, dan 1971, sejak wilayah itu terpecah di tahun 1947, dimana kemudian berdiri Republik Islam Pakistan. Sejak saat itu, kedua negara berkonflik dan bersengketa atas wilayah Kashmir.
Sejak tahun 1989, kelompok-kelompok perlawanan Kashmir di wilayah yang dikuasai India (IHK), telah berjuang melawan kekuasaan India demi kemerdekaan atau penyatuan wilayah Kashmir dengan negara Pakistan.
Lebih dari 70.000 warga Kashmir telah tewas sejauh ini dalam kekerasan disana, sebagian besar dari mereka tewas dibunuh oleh pasukan India. Untuk diketahui, pemerintah India mengerahkan lebih dari setengah juta prajurit militer di wilayah Kashmir yang dikuasai India (IHK).
India menuduh Pakistan mendukung sentimen separatis di Kashmir, namun Islamabad membantahnya. Kedua negara mengklaim Kashmir secara keseluruhan dan mengendalikan berbagai bagiannya.
Selain itu ada bagian dari wilayah Kashmir yang juga dipegang oleh China.[IZ]