JAKARTA, (Panjimas.com) – Kami Aliansi Pemuda Islam peduli Rohingya, yang terdiri dari Pemuda PUI, Pemuda Mathlaul Anwar, JPRMI, Pemuda Hidayatullah, FSLDK, KAMMl, Pemuda al-Irsyad, Pemuda DDII dan BKPRMI menggelar aksi peduli Muslim Rohingya. Jumat, (8/9).
Aksi dimulai dari Masjid Sunda Kelapa, lewat Jl. Imam Bonjol kemudian ke kedubes Myanmar. Aksi yang digalang Aliansi pemuda ini ada sekitar 1500 an masa dari berbagai OKP.
Sesampai di kedubes kami tidak bisa masuk, karena area sekitar kedubes sudah diblokade dengan kawat berduri. Di kedubes sudah ada ormas Bang Japar ( Jawara dan Pengacara ) dengan pembina Fahira Idris. Mereka sudah lama berorasi disana.
“Kami orasi pemanasan menuntut agar genosida terhadap muslim Myanmar dihentikan.” Ungkap Raizal Arifin, Ketua Umum PP Pemuda PUI melalui releasenya Sabtu, (9/9).
Di tengah mentari yang cukup terik, kami meminta ada perwakilan yang bisa masuk menemui Dubes Myanmar. Setelah lobi panjang, akhirnya kami diperbolehkan masuk dan hanya diberikan kesempatan 2 orang perwakilan saja. Setelah bermusyawarah diantara sesama aliansi. Akhirnya yang akan masuk menemui Dubes Myanmar dari Pemuda PUI yang diwakili Ketua Umum PP pemuda PUI dan satu lagi, Ahmad Firdaus dari FSLDK Indonesia.
Suasana ketika memasuki barikade kawat berduri dan polisi berlapis lapis dengan senjata lengkap cukup mencekam. Kami di screening dengan ketat oleh petugas polisi berlapis. Setelah digeledah dan HP disimpan di petugas, kami bertemu di ruangan sempit dan kurang terawat, serta kumuh. Ini gambaran kualitas negara maupun kedubesnya. Miskin nan songong.
“Kami dipertemukan dengan kedubes yang diwakili Wakil kedubes Myanmar untuk Indonesia. Di ruangan hanya bertujuh. Suasana cukup tegang. Dari pihak kepolisian bertiga. Dari pihak Kemenlu RI satu orang. Wakil Dubes Myanmar satu orang dan kami berdua.” Tambahnya.
Selanjutnya, kami mempertanyakan apa alasan pemerintah Myanmar melakukan pembantaian secara keji. Rumah dibakar. Mereka diusir lari terlunta-lunta tanpa tujuan. Menyebrang ke Bangladesh pun dalam kondisi lapar. Kami bicara dengan nada tegas dan marah.
Percakapan tersebut dalam bahasa Inggris. Meskipun lumayan kelu campur amarah mengucapkannya, tapi kami cukup lancar menyampaikan protes dan sikap tegas kami kepadanya.
Tanpa disangka. Wakil Dubes Myanmar mengatakan “Apa pendapatmu jika yang kita perangi itu adalah terorisme? “.
Kaget saya mendengarnya. Rupanya itu yang ada diisi kepala mereka. Saya sampaikan pada mereka.
“Teroris? apakah termasuk anak-anak yang dibunuh secara keji? anak-anak yang disembelih dengan sadis? Wanita lemah yang diperkosa? itukah teroris?”
Wajah Wakil Dubes bingung mendengar jawaban kami.
Dia jawab lagi “They are teroris”
Kita tanya apa definisi teroris menurut anda? “Teroris itu adalah yang menyerang militer dan polisi,” jawab dia.
Kami semakin tercekat.
Kami bilang, “Mereka wajar menyerang. Sebab anda bunuh anaknya, ibunya dan saudara saudarinya. Itu efek dari kebrutalan anda.”
Kemudian dia meminta agar pertemuan ini segera diakhiri. Saya minta waktu sedikit lagi.
Saya sampaikan kepada dia, “Saya minta anda rakyat Myanmar untuk bisa mencontoh kami rakyat Indonesia. Di sini semua etnis, semua agama termasuk Budha bisa hidup dengan aman dan nyaman,” dengan nada sedikit emosi.
Saya akhiri dengan kalimat: “Perlu anda ketahui aksi ini tidak akan berakhir tidak akan berhenti sampai anda memperlakukan saudara muslim kami Rohingya bisa anda perlakukan dengan sebaik-baiknya.”
“Semoga percakapan kami menjadi bahan pikiran bagi dia. Sehingga pemerintah myanmar bisa berpikir berulang kali jika mau menghabisi muslim Rohingya” ungkap Raizal Arifin.
Aksi kita tidak akan berhenti di sini kawan. Harus kita perjuangkan. Agar kebiadaban tidak terjadi lagi bagi saudara-saudara yang tinggal di sana.
“Tidak perlu menjadi seorang muslim untuk peduli kepada muslim Rohingya. Tapi cukup anda menjadi seorang manusia. Karena dengan menjadi manusia anda bisa mengerti derita kekejaman yg terjadi pada muslim Rohingya.” Tutupnya.[RN]