ANKARA, (Panjimas.com) – Anggota sejumlah LSM Turki berkumpul pada hari Rabu (30/08) seusai sholat subuh berjamaah di Ankara untuk menggelar sholat gaib dan doa bersama bagi warga sipil yang tewas dalam operasi keamanan di negara bagian Rakhine, Myanmar Barat.
Anggota Asosiasi Ozgur-Der, Yayasan Bantuan Kemanusiaan (IHH) dan Yayasan Pemuda Anatolia (AGD) berkumpul di Masjid Haci Bayram, Ankara.
Kelompok tersebut meneriakkan “Muslim! Jangan tidur dan dukung saudara-saudaramu!” sembari melambaikan spanduk-spanduk yang bereaksi terhadap kekerasan di Rakhine.
“Negara-negara Islam dan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak menghasilkan solusi konkret selain menafsirkan laporan Human Rights Watch atau mengecam kejadian-kejadian dalam menghadapi pembantaian massal, deportasi dan penganiayaan,” kata Emrah Ceceli, anggota Ozgur-Der, dikutip dari AA.
“Organisasi Kerjasama Islam harus memainkan peran yang lebih aktif dan masalahnya harus sesuai dengan agenda semua negara Muslim,” kata Ceceli dan meminta agar hubungan politik dan ekonomi dengan Myanmar dibatasi.
Serangan mematikan terhadap pos-pos perbatasan di negara bagian Rakhine, Myanmar Barat, terjadi pada hari Jumat (25/08), mengakibatkan korban sipil massal, menyebabkan lebih dari 100 orang tewas. Kemudian, laporan media muncul mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar dilaporkan telah memindahkan ribuan penduduk desa-desa Muslim Rohingya, bahkan membakar rumah-rumah mereka dengan mortir dan senapan mesin.
Ditrik Maungdaw terletak di sepanjang Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh di Rakhine Utara.
Dari hampir 90 korban tewas diantarnya merupakan seorang tentara, 10 petugas polisi, seorang petugas imigrasi dan 77 gerilyawan tewas dalam serangan tersebut dan 15 orang luka-luka, menurut Kantor Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dalam sebuah pernyataan. Dua militan ARSA ditangkap. Dikabarkan bahwa beberapa jembatan telah hancur dalam serangan tersebut dan tiga kendaraan polisi terkena ranjau darat.
Seorang pejabat negara bagian Rakhine mengatakan kepada Anadolu bahwa kebijakan jam malam telah diberlakukan di Distrik Maungdaw, menggantikan jam malam parsial yang telah berlangsung bertahun-tahun lamanya.
Setelah penyelidikan sepanjang tahun mengenai situasi di Rakhine, Komisi Penasihat yang dipimpin Kofi Annan menyerukan “tindakan mendesak dan berkelanjutan di sejumlah bidang untuk mencegah kekerasan, menjaga perdamaian, menumbuhkan rekonsiliasi dan menawarkan harapan kepada penduduk yang tertindas.”
Sebuah operasi keamanan yang diluncurkan pada bulan Oktober tahun lalu di Maungdaw, wilayah dimana pnduduk Rohingya menjadi mayoritas. Tak lama kemudian, Operasi militer di Maungdaw menyebabkan PBB merilis laporan mengenai pelanggaran-pelangggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan Myanmar yang mengindikasikan kejahatan terhadap kemanusiaan.
PBB mendokumentasikan pemerkosaan kelompok massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak-anak, pemukulan dan penghilangan brutal. Perwakilan Rohingya mengatakan sekitar 400 penduduk tewas dalam operasi militer tersebut.[IZ]