JAKARTA, (Panjimas.com) – Dunia kemanusiaan universal terus menangis atas terus berlangsungnya dugaan kuat kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) secara sistematis, terstruktur, massif, dan meluas terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar.
“Pemerintah Indonesia sebaiknya menyampaikan kecaman secara lebih keras dan terang benderang atas terus berlangsungnya dugaan kuat tindakan diskriminasi dan kejahatan genosida terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar.” Ungkap Maneger Nasution, Komisioner Komnas HAM Jumat, (1/9/2017).
Indonesia mempertimbangkan untuk mengambil inisiatif dan melead negara-negara di kawasan dan dunia internasional guna menyeret Pemerintah Myanmar ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat kemanusiaan.
“Mekanisme internasional didesain untuk mengadili perkara-perkara spesifik dan dengan mekanisme khusus. Ada dua mekanisme hukum internasional, International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC). “ paparnya.
ICJ mengadili sengketa antar negara atau badan hukum international seperti entitas bisnis. Jadi subyek hukumnya adalah entitas tertentu, bisa negara bisa juga non negara. Seperti sengketa perbatasan atau sengketa bisnis internasional. Dengan kata lain, ICJ adalah peradilan perdata internasional.
Sedangkan ICC, mengadili 4 (empat) jenis kejahatan universal, genosida, kejahatan perang, agresi, dan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) yang memenuhi standar sistematis, terstruktur, massif, dan meluas.
Mencermati terus berlansungnya praktik diskriminasi dan genoside terhadap etnis minoritas Rohingya secara sistematis, terstruktur, massif, dan meluas.
Jadi, kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) terhadap etnis minoritas Rohingya itu ternasuk kompetensi ICC.
Lanjut Manajer, inisiatif dan keberanian Indonesia melead komunitas di kawasan dan komunitas internasional untuk membawa Pemerintah Myanmar ke Genewa atau Den Haag sebagai penjahat kemanusiaan adalah upaya yang sangat mulia dalam perspektif kemanusiaan.
Dalam realitasnya bahwa kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) terhadap etnis minoritas Rohingya tidak berubah kondisinya, meskipun partai politik peraih Nobel Perdamaian, Aung Saan Suu Kyi, memenangkan Pemilu. Untuk itu, Indonesia patut mempertimbangkan untuk melead komunitas di kawasan dan komunitas internasional
untuk mencabut gelar Nobel Perdamaian, Aung Saan Suu Kyi.
PBB sejatinya harus menjatuhkan sanksi (embargo politik, ekonomi, kerja sama, hubungan diplomatik) terhadap Myanmar karena telah melakukan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar.
Negara tetangga Myanmar di kawasan demi kemanusiaan sejatinya memberi kemudahan masuknya warga Rohingya atas jaminan suaka politik.
“Indonesia pada saatnya demi kemanusiaan patut mempertimbangkan menyediakan daratan pulau khusus warga Rohingya agar mereka bisa menikmati hak hidup merdeka dan berkemanusiaan.” Pungkasnya. [RN]