JAKARTA (Panjimas.com) – Pada saat kaum muslimin melaksanakan ibadah di awal bulan Dzulhijjah 1438 H dengan puasa, zikir dan ibadah sunnah lainnya, dan jamaah haji yang sudah berada di tanah suci bersiap-siap wukuf di padang Arafah, kita kembali mendengar kabar lirih dan perih atas saudara muslim Rohingya di di Myanmar.
Mendengar kabar menyedihkan, Forum Jurnalis Muslim (Forjim) menyatakan keprihatinannya yang sangat mendalam. Saudara kita, kaum muslimin, umat Nabi Muhammad Saw di Myanmar di bunuh secara sadis dan tidak berprikemanusiaan oleh rezim yang berkuasa.
“Mereka dikejar, diburu, ditembak, disembelih, mayat bergelimpangan, mengambang di sungai, anak-anak dan kaum wanita banyak menjadi korban,” ungkap Ketua Divisi Advokasi Forjim, Jaka Setiawan, Rabu (30/8) dalam siaran persnya.
Forjim mempertanyakan, kapan Dunia Islam Islam bertindak? Makin hari nasib umat Islam Rohingya kian sengsara. Sampai sekarang tidak ada yang mampu untuk menghentikan kekejaman itu. Di mana persatuan umat Islam? Kapan penderitaan warga muslim Rohingya berakhir? Dunia Islam harus ikut berpikir dan bertindak.
“Apakah kita hanya berdiam diri? Tidak tergerak hati dan jiwa untuk membantu? Momentum 10 hari awal Dzulhijjah mari kita tunjukkan kepedulian dan mengaplikasikan nilai-nilai iman dengan membantu dan menolong para korban yang menderita,” ungkap Jaka sedih.
Sementara itu Ketua Umum Forjim, Adhes Satria mengakan kaum muslimin dimana pun berada, agar mendoakan saudara Muslim Rohingya yang terzalimi, terutama saat akan berbuka puasa, kepada para jamaah haji manfaat momentum doa mustajab , diantaranya saat wukuf di Padang Arafah, di Mina, di Multazam. Jangan lupakan mereka walaupun hanya dengan seuntai doa.
“Mereka yang ada kelebihan rizki, ayo infaqkan rizki terbaiknya untuk membantu dan meringankan beban muslim Myanmar yang masih selamat. “Ya Allah, kasihilah dan lindungilah umat Nabi Muhammad. Ya Allah, lindungilah umat Nabi Muhammad. Biadab! Desa-Desa dan Ribuan Rumah Muslim Rohingya Dibakar.”
Melalui Program Forjim Solidarity, mengajak umat Islam dari berbagai profesi dan dimanapun berasa agar peduli dengan menyalurkan sebagian rezekinya untuk meringankan saudara Muslim Rohingnya. Salurkan donasi terbaik Anda ke Rekening 0584726208 BNI Syariah a.n Ibnu Syafaat.
Desa Muslim Dibakar
Perlu disampaikan, sejumlah kelompok aktivis hak asasi manusia melaporkan bahwa pembakaran terhadap desa-desa yang menjadi tempat tinggal bagi warga Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar, Selasa (29/8) terus terjadi. Pasukan militer negara itu disinyalir berada di balik peristiwa tersebut.
Dalam sebulan terakhir ini, konflik memang kembali memanas di Negara Bagian Rakhine. Berbagai bentuk kekerasan terus menyasar Muslim Rohingya di beberapa desa yang tersebar di Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung. Kekerasan paling parah dialami oleh sejumlah warga Rohingya yang bermukim di Kota Rathedaung, sekitar 77 km dari Maungdaw.
Beberapa pekan belakangan, pasukan militer Myanmar dikerahkan secara masif di Rathedaung. Mereka menjaga pos-pos keamanan yang terus dibangun di sejumlah desa pelosok. Operasi keamanan secara sporadis dilakukan dengan dalih penahanan terhadap tersangka militan Rohingya. Namun demikian, operasi keamanan tersebut kerap kali menindas warga sipil yang tidak bersalah.
Beberapa desa di Rathedaung diblokade secara sepihak. Frekuensi aksi brutal terhadap warga Rohingya, seperti pemukulan, pembunuhan, pemerkosaan, hingga pembakaran rumah dan lahan pertanian kian meningkat. Dari tindak kekejaman ini, banyak dari warga Rohingya memilih melarikan diri dari kediaman mereka.
Beberapa dari mereka bersembunyi di hutan-hutan sambil berharap adanya pertolongan. Namun demikian, ada pula sejumlah warga yang berusaha melawan. Perlawanan inilah yang diduga menyulut penyerangan di sejumlah pos keamanan di Rathedaung dan Maungdaw yang terjadi Jumat dini hari lalu (25/8).
Sebelumnya Mantan Sekjen PBB Kofi Annan baru saja menggulirkan hasil laporan penelitian timnya menyangkut solusi jangka panjang bagi Pemerintah Myanmar terkait konflik antaretnis di negara tersebut.
“Myanmar harus mencabut pembatasan pergerakan dan kewarganegaraan untuk minoritas Muslim Rohingya yang terniaya. Ini jika mereka ingin menghindari konflik yang lebih jauh dan membawa perdamaian ke negara bagian Rakhine,” papar Kofi Annan, Kamis (24/8).
Eksodus ke Bangladesh
Pascainsiden Jumat dinihari (25/8) kemarin, ketegangan nampak memuncak di sejumlah desa di tiga kota tersebut (Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung). Operasi keamanan yang dilancarkan terus menjadi-jadi. Media lokal menyebutkan, sekira 1000 rumah warga dibumihanguskan oleh militer Myanmar.
Deru tembakan terdengar berkali-kali, menyasar siapa pun warga Rohingya yang dicurigai bagian dari militan. Akibatnya, jumlah warga yang tewas tertembak pun bertambah. Hingga kini, masih belum diketahui banyaknya korban jiwa tersebut. abarnya menewaskan setidaknya 77 Muslim Rohingya.
Horor yang begitu mengancam memaksa lebih banyak lagi Muslim Rohingya yang mencari suaka di Bangladesh. Sungai Naf kembali dipenuhi ribuan keluarga Rohingya yang sudah lelah akan teror dan kekerasan yang menimpa mereka. Sampai saat ini sekitar 17 ribu warga berbondong-bondong menyeberangi Sungai Naf menuju Bangladesh. Demikian laporan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
Mitra Aksi Cepat Tanggap yang tinggal di Bangladesh membenarkan adanya eksodus warga Rohingya yang baru tiba di Bangladesh. “Di Arakan (Rakhine), sedang terjadi serangan penembakan kepada Muslim Rohingya dan menelan banyak korban. Ini yang membuat mereka semua mau tak mau mengungsi ke Bangladesh,” ungkap Hasan, mitra ACT di Cox’s Bazar, Bangladesh.
Menurutnya, pengungsi-pengungsi baru itu kemungkinan akan mencari suaka ke kamp pengungsian terdekat, yakni Kamp Kutupalong, Cox’s Bazar. Kutupalong merupakan kamp pengungsian yang telah lama didirikan di Bangladesh. Kini, kamp tersebut menampung lebih kurang 15 ribu keluarga pengungsi Rohingya. Namun demikian, kondisi kamp pengungsian tersebut bisa dibilang paling memprihatinkan dibandingkan dengan kamp-kamp pengungsian yang lain.
Sejak konflik menegang di Rakhine Oktober 2016 lalu, sudah lebih dari 80 ribu Muslim Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh. Jika saat ini krisis kemanusiaan di Rakhine terus berlanjut, bisa dipastikan puluhan ribu pengungsi baru akan memadati kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.
Dengan kondisi kamp yang serba terbatas, mereka akan berjuang bertahan. Status pengungsi akan disandang, sambil menyambut Idul Adha―yang jatuh pada pekan depan―dalam keterbatasan.
Sebagai catatan, kekerasan yang terjadi terhadap Rohingya pertama kali terjadi pada 2012 lalu yang telah membuat setidaknya 140 ribu warga dari etnis tersebut tewas. Kemudian yang terbaru pada Oktober 2016, sekitar 70 ribu warga etnis itu melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari operasi militer Myanmar di Rakhine.
Sampai sekarang belum ada aksi serius dari dunia Islam untuk lebih keras mengingatkan Myanmar. Umat Islam Indonesia harus ikut memberikan ‘perlawanan’ untuk menghentikan kekejaman tentara Myanmar dan para biksu biadab yang dipimpin Biksu Ashin Wirathu, penjagal Muslim Rohingya.
Dewan Rohingya Eropa melaporkan sebanyak dua sampai tiga ribu (3000 umat Islam) etnis minoritas Muslim Rohingya tewas dalam operasi militer Myanmar selama tiga hari terakhir di provinsi Arakan.
“Antara dua hingga tiga ribu Muslim tewas dalam tiga hari terakhir akibat serangkaian militer Myanmar ke Arakan,” ujar juru bicara Dewan Rohingya Eropa, Anita Stchot, seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (28/08).
Stchot menambahkan, “Berdasarkan informasi aktivis dan sumber lokal, serangan militer menyebabkan seratus ribu lebih Muslim Rohingya mengungsi. Sampai saat ini masih terdapat dua ribu orang terlunta-lunta di perbatasan dengan Bangladesh. Hal ini karena pemerintah setempat menolak pengungsi Rohingya.”
“Dari Desa Sogbara di kota Rathidwang saja, terjadi pembantaian 1.000 Muslim Rohingya pada hari Minggu (27/08) kemarin. Hanya ada satu anak kecil saja yang selamat dari pembantaian mengerikan itu,” jelas Stchot.
Ketua Organisasi Nasional Rohingya-Arakan, Nurul Islam Umar Hamzah menyebut militer Myanmar telah menangkap seluruh laki-laki di desa Okan provinsi Arakan. “Pihak militer hanya melepas orang-orang jompo, wanita dan anak-anak,” ujarnya.
Akibatnya, milisi teroris Budha dengan leluasa menyerang desa dengan dilindungi militer. Bahkan banyak laporan terjadi kasus pemerkosaan terhadap wanita Rohingya. Lalu, sampai kapan kita diam? Indonesia sebagai negara mayoritas muslim harus ikut serta menghentikannya. []
Salurkan donasi terbaik Anda ke
Rekening 0584726208 BNI Syariah a.n Ibnu Syafaat
Kontak : 0818 737 204