SUKOHARJO (Panjimas.com) – Putra Ustadz Abu Bakar Ba’asyir saat dikunjungi Panjimas di rumahnya, mempertanyakan gelar pemberian nobel perdamaian yang disandang Aung San Suu Kyi.
Pasalnya, Badan pengungsi PBB mencatat lebih dari 3.000 warga muslim terpaksa mengungsi ke Bangladesh dalam tiga hari terakhir, bukti Myanmar bukan negara yang mengusung perdamaian. Ustadz Abdul Rohim Ba’asyir (Iim) prihatin atas pembantaian umat muslim yang terjadi di Rohingya, Myanmar.
“Kita tidak bisa berharap dengan orang model Aung San Suu kyi. Dahulu menyeru perdamaian dunia, sehingga diberi nobel perdamaian dunia, tetapi ketika kaum muslim menjadi korban, tidak memberikan pembelaan. Justru statemennya merugikan warga Rohingya disana,” ujar Ustadz Iim, Selasa (29/8/2017).
Aung San Suu Kyi menolak tuduhan kekejaman yang dilakukan militer terhadap komunitas Muslim Rohingya. Ustadz Iim menegaskan bahwa seperti itulah kondisi pemimpin bukan muslim.
“Itu kondisi orang kafir. Jelas ini pelajaran umat Islam Indonesia jika tidak mempersiapkan diri untuk berjihad, maka pada saatnya mungkin orang kafir di Indonesia juga memperlakukan kita seperti itu. Bisa jadi hal itu terjadi kepada kita,” tuturnya.
Untuk itu, Ustadz Iim menyoroti bahwa Negara mayoritas umat Islam tidak menjadi jaminan aman ketika kondisinya muslim lemah dan tidak taat dengan syariat.
“Mari kita bersiap semuanya, dalam rangka menghadapi jika nanti fitnah terjadi di negeri ini. Tidak lupa kita doakan saudara kita yang diuji berat mengalami pembantaian. Kita doakan Allah subhanahu wata’ala memghancurkan orang musyrik yang ada di Myanmar yang melakukan kedholiman. Allah hancurkan di dunia sebelum Allah hancurkan di akhirat. Allah maha mampu,” tutupnya. [SY]