JAKARTA, (Panjimas.com) – Perlawanan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra terhadap UU Pemilu dan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan di Mahkamah Konstitusi menimbulkan tanya.
Dalam acara diskusi Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang di Markas PBB, Jalan Raya Pasar Minggu, Senin (21/8) siang, seorang penanya bertanya kepada Yusril tentang alasan dirinya yang begitu yakin untuk menempuh jalur perlawanan di MK.
“Pertama, karena saya tidak punya pilihan lain, kita tidak punya wakil di DPR sehingga kita tidak bisa berdebat meskipun untuk menyusun undang-undang, baik itu UU Pemilu dan terlibat dan pengesahan Perppu No 2 Tahun 2017,” kata Yusril.
Menurutnya, langkah yang ia tempuh sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Masyumi dulu.
“Kita mengikuti tradisi Masyumi yang selalu berjuang di atas rel konstitusi dan demokrasi karena itu kita tidak mungkin menempuh cara di luar cara-cara yang sah dan inkonstitusional atau di luar cara-cara demokratis,” tuturnya.
Kedua, perlawanan yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi dirasa lebih efektif karena tidak menimbulkan banyak korban.
“Jadi kalau kita melakukan perlawanan di Mahkamah Konstitusi perlawanan itu akan lebih cepat, efektif, tidak menimbulkan banyak korban di jalan, tapi dengan satu pertarungan yang lebih intelektual, lebih konstitusional, Insyaa Allah kita akan memenangkan pertarungan ini,” terangnya.
Alasan ketiga, hanya MK yang berwenang untuk membatalkan pasal 222 UU Pemilu.
“Hanya MK yang berwenang, DPR gak bisa, partai-partai yang menolak itukan mereka tidak ikut dalam pemungutan suara, tapi karena yang tidak walk out itu mayoritas, maka keputusan DPR itu sah,” tambahnya.
Tanggal 16 Agustus Presiden Jokowi sudah menandatangani Rancangan Undang-Undang Pemilu itu jadi Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. “Gak ada lagi yang bisa batalkan kecuali MK” tandasnya. [DP]