JAKARTA, (Panjimas.com) – Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ninik Rahayu menyatakan ada dugaan maladministrasi dalam prosen pemberian remisi. Akibatnya pelayanan pada warga binaan tidak optimal. Ia mengungkapkan warga binaan tidak mendapat informasi yang memadai soal pengajuan remisi.
“Kemudian tidak ada batas waktu sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), indikasi nepotisme atau korupsi, banyaknya pihak yang terlibat seperti Bapas, Litmas, dan (petugas) Lapas,” kata Ninik di kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Senin (21/08).
Menurutnya itu adalah temuan hasil investigasi atas yang dilakukan Ombudsman. Dirinya menjelaskan penelitian dilakukan di 4 lapas. Diantaranya Lapas kelas III Pekanbaru, Lapas kelas II A Bekasi dan Bogor, serta Lapas Perempuan II A Palembang.
“Sedikitnya kurang lebih terdapat 963 permohonan hak pengurangan masa hukuman warga binaan yang tidak diberikan,” jelasnya.
Dia menilai hal ini bisa menjadi gambaran kondisi Lapas di seluruh Indonesia. Mengingat 4 Lapas tersebut rata-rata mengalami kelebihan kapasitas.
Selain itu, lanjutnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan warga binaan, kelakuan baik kepada petugas menjadi hal penting untuk memperoleh pengurangan masa hukuman. Artinya, ada penilaian berdasarkan ikatan emosional.
Bahkan menurutnya, dalam pengaturan ini ada pemberian uang. Meskipun sifatnya ada yang tidak langsung. Bukan hanya ke petugas lapas, tapi juga melalui warga binaan yang piket harian atau tahanan pendamping penjara. [TM]