JAKARTA, (Panjimas.com) – Menteri Kesehatan sebaiknya menghentikan Vaksinasi Measles Rubella (MR), yaitu vaksin untuk mencegah penyakit campak dan rubella (campak German) sampai disertifikasi halal agar terbebas dari unsur-unsur haram. Hal ini disampaikan oleh Ikshan Abdullah selaku Ketua Indonesia Halal Watch dalam keterangan tertulisnya kepada media pada, Ahad, (20/8/2017)
Masih menurut Ikhsan, pemerintah harus menjadi contoh bagi masyarakat dalam rangka penegakan hukum/law enforcement, tidak justru sebaliknya menabrak Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang seharusnya ditaati.
“Dalam kasus Vaksin MR, Menteri Kesehatan telah sengaja tidak mengindahkan UU JPH dengan telah memaksakan vaksinasi MR dengan mengimpor atau memasukkan Vaksin MR dari India ke Indonesia dan digunakan untuk melakukan vaksinasi tanpa terlebih dahulu dilakukan sertifikasi halal. Padahal program vaksinasi diperuntukkan bagi semua anak Indonesia yang berusia sembilan bulan hingga anak berusia 15 tahun dan dilakukan dengan pemaksaan dan tanpa dilakukan edukasi yang memadai tentang pentingnya vaksinasi tersebut,” ujar Ikhsan.
Lebih lanjut dia mengatakan bila dengan alasan darurat, maka menentukan keadaan darurat itu harus mengikutkan berbagai elemen termasuk MUI jadi tidaklah cukup keadaan darurat wabah endemik ini hanya ditentukan oleh Menkes saja. Kerena jika memang keadaan darurat, maka instrumen Hukum darurat itu harus mendapat legitimasi MUI karena menyangkut kebolehan penggunaan vaksin secara syar’i bukan kehalalan.
“Berkaitan dengan statement Direktur SKK Kemkes yang menyatakan vaksin MR 100 persen halal, padahal faktanya belum ada sertifikasi halalnya. Berarti ada kebohongan publik (misleading information). Untuk itu, Menkes agar melakukan penindakan terhadap pejabat tersebut,” tuturnya.
Lebih lanjut Ikshan menyampaikan bahwa, lalu mengapa penyakit Gizi buruk yang sudah diatas angka yang ditetapkan WHO tidak menjadi darurat ? Sebagaimana telah dilansir berbagai Sumber termasuk WHO angka penyakit Gizi Buruk (Stunting) Indonesia sangat tinggi di atas ketentuan yang ditetapkan oleh WHO yakni 18% rata-rata padahal standar WHO 10% untuk mendukung fakta di atas.
Menteri Kesehatan seharusnya memprioritaskan penanganan Gizi Buruk ini terlebih dahulu. Ini tentu menjadi tanggung jawab dari Kemenkes bila terjadi keberatan dari masyarakat, khususnya penolakan dari kelompok masyarakat, dikarenakan belum dilakukannya sertifikasi halal dari MUI atas vaksin. Pemerintah diwajibkan untuk memastikan produk-produk yang beredar di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
“Vaksinasi sebagai sebuah kegiatan untuk pencegahan penyakit itu boleh, syaratnya harus dengan vaksin yang halal. Menkes seharusnya melakukan sertifikasi halal terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk vaksinasi. Hal ini sebagaimana telah diamanatkan UU JPH dalam Pasal 4 bahwa Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, agar memberikan keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk. Sehingga semua produk vaksin yang beredar wajib bersertifikat halal,” rincinya.
Sebagaimana yang disampaikan Komisi Fatwa MUI yang mendukung pelaksanaan program imunisasi sebagai salah satu ikhtiar untuk menjaga kesehatan, dengan menggunakan vaksin yang halal. Pemerintah wajib segera mengimplementasikan keharusan sertifikasi halal seluruh vaksin yang digunakan termasuk vaksin Measles Rubella (MR) yang akan digunakan, serta meminta produsen untuk segera melakukan sertifikasi halal terhadap produk vaksin. [ES]