ISTANBUL, (Panjimas.com) – Seorang mantan penyelidik Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Profesor Emeritus Hukum Internasional di Universitas Princeton, AS baru-baru ini mengatakan bahwa “Jelas bahwa pada semua isu utama, hukum internasional sangat mendukung pihak Palestina”.
“Melihat konflik Israel-Palestina dari perspektif hukum internasional sangat menarik terlepas dari bagaimana pandangannya terhadap isu-isu substantif,” ujar Profesor Richard A. Falk dalam sebuah konferensi berjudul “Palestine, Apartheid and Future” di Istanbul Sebahattin Zaim University pada hari Rabu (16/08).
“Menarik karena di satu sisi jelas bahwa pada semua isu utama, hukum internasional sangat mendukung pihak Palestina apakah ini masalah pemukiman ilegal [Yahudi], blokade Gaza, aneksasi Yerusalem, pengalihan pasokan air, penggunaan kekuatan yang berlebihan, isu yang sangat penting, hak untuk pengembalin pengungsi,” kata Falk kepada sebagian besar mahasiswa di Istanbul, dikutip dari Anadolu.
Israel menduduki wilayah Palestina, bersama dengan Dataran Tinggi Golan Suriah, setelah mengalahkan Mesir, Yordania dan Suriah selama perang enam hari tahun 1967, kemudian Israel mencaplok wilayah Yerusalem Timur, dan mengklaim seluruh kota itu sebagai ibukota “abadi dan tak terbagi”.
Israel telah menyepakati pakta perdamaian dengan Yordania dan Mesir – dengan mengembalikan Semenanjung Sinai – dan sekarang Israel membanggakan hubungan yang lebih baik dengan negara-negara Arab lainnya, yang telah menawarkan untuk mengakui Israel sebagai pengganti negara Palestina berdasarkan perbatasan sebelum 1967.
Usulan untuk sebuah negara Palestina, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya, telah lama dituntut oleh rakyat Palestina dan umumnya diterima oleh masyarakat internasional.
Sejumlah putaran perundingan perdamaian, bagaimanapun, sejauh ini gagal mewujudkannya.
“Setiap isu penting secara agak jelas dan tegas mendukung posisi Palestina. Dan itu benar selama beberapa dekade sekarang setidaknya selama 70 tahun bahwa Israel telah ada sebagai negara dan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, ” kata Falk.
“Namun belum ada tindakan untuk menerapkan hukum internasional karena hal itu harus dilaksanakan, jika harus menentang pihak yang keras maupun yang lemah secara setara,” tambahnya.
Menurut mantan penyelidik HAM PBB itu, ini adalah “Prasyarat dari sistem hukum nyata dimanapun”.
“Hukum bukanlah hukum jika tidak diterapkan pada semua yang tunduk pada kewenangannya. Jadi Anda memiliki pengertian bahwa hukum internasional ini lebih berpihak pada rakyat Palestina tapi mengapa tidak membuat perbedaan, ” imbuhnya.
Aturan hukum internasional sebenarnya berpihak pada perjuangan rakyat Palesttina, namun karena hukum itu tidak diterapkan sebagaimana mestinya, maka itu tidak mampu membawa perubahan berarti, begitulah kiranya pandangan Profesor Hukum Internasional Universitas Princeton itu.
“Keadaan mereka semakin memburuk selama bertahun-tahun,” tandasnya.
Falk menambahkan hukum internasional masih tetap “sangat penting” bagi rakyat Palestina sebagai instrumen untuk mencapai tujuan mereka untuk menentukan nasib sendiri dan perdamaian yang berkelanjutan.
Selain merupakan mantan pelapor HAM PBB untuk wilayah-wilayah pendudukan, Richard Falk juga adalah co-writer dari sebuah laporan PBB, yang menyatakan bahwa Israel memberlakukan “rezim apartheid” pada rakyat Palestina – dan ini umerupakan kali pertama, Badan PBB mengungkapkan tuduhan tersebut.
Laporan yang disusun oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat, UN Economic and Social Commission for Western Asia (ESCWA) yang berpusat di Beirut, Libanon itu mengumumkan bahwa Israel telah “membentuk sebuah rezim apartheid yang mendominasi rakyat Palestina secara keseluruhan”. Disebutkan pula, ada “bukti yang luar biasa” tentang keterlibatan pelanggaran-pelanggaran Israel atas “kejahatan apartheid”.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Rima Khalaf mengundurkan diri dari jabatannya setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memaksanya untuk menarik laporan tersebut.[IZ]