MANILA, (Panjimas.com) – Sebuah draft usulan “Bangsamoro Basic Law” (BBL) yang disusun oleh Front Pembebasan Islam Moro, Moro Islamic Liberation Front (MILF) telah dikirim ke Kantor Senat dan Kongres Filipina, demikian seperti dilansir dalam situs resmi MILF, luwaran.com, yang diterbitkan Jumat (18/08).
“Kami percaya pada kebijaksanaan kolektif kedua Majelis Kongres, seandainya mereka menganggap perlu memperbaiki rancangan [UU BBL] tersebut dalam proses pembuatan legislatif reguler,” menurut salinan surat satu halaman tertanggal 14 Agustus di situs resmi MILF, Luwaran.
Proposal “Bangsamoro Basic Law” (BBL) diajukan bulan lalu kepada Presiden Rodrigo Duterte dan usulan rancangan undang-undang tersebut merupakan bagian dari sebuah kesepakatan damai yang ditandatangani antara pemerintah Filipina dan MILF pada tahun 2014 namun digagalkan pada bulan Januari tahun berikutnya akibat sebuah pertempuran yang meletus di Mindanao Tengah yang menewaskan 44 petugas polisi, 17 pejuang MILF dan sejumlah warga sipil.
Ketua Komisi Transisi Bangsamoro (BTC) Ghazali Jaafar dan komisaris lainnya diberikan pengarahan bulan lalu atas proposal “Bangsamoro Basic Law” (BBL) tersebut.
RUU BBL sangat “mendesak”, menurut Presiden Duterte. RUU BBL mengusulkan sebuah daerah otonomi Bangsamoro yang menggantikan Daerah Otonomi yang ada di Mindanao Muslim, ARMM.
“Saya akan mendukung dan mengusahakan instrumen ini berlaku sesuai undang-undang dalam pertimbangannya,” kata Duterte bulan lalu setelah menerima salinan proposal tersebut.
“Akan ada negara Bangsamoro di Filipina”, pungkas Duterte.
Bangsamoro Basic Law
Undang-Undang Dasar Bangsamor “BBL” ini mengusulkan sebuah wilayah Bangsamoro yang otonom, menggantikan Daerah Otonomi yang ada di Mindanao Muslim, Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM).
Duterte berkomitmen untuk mendukung RUU usulan MILF ini yang kemudian akan diajukan untuk disahkan oleh anggota Parlemen.
Duterte berjanji untuk membangun otonomi yang lebih besar di wilayah tersebut dalam masa jabatannya.
Irene Santiago, juru runding perdamaian untuk pemerintah, mengatakan, “Orang-orang di Kongres akan memilih atau menentang undang-undang tersebut. Ini benar-benar membuat masyarakat terlibat dalam perdamaian sehingga tidak hanya menjadi kepentingan MILF dan pemerintah.”
Mohagher Iqbal, yang mewakili Moro Islamic Liberation Front (MILF) dalam perundingan tersebut, menyambut baik perundingan perdamaian tersebut dan menyebutnya sebagai “penangkal pecahnya [disintegrasi] Filipina”, seperti dikutip dari Anadolu.
“Jika rakyat Bangsamoro diberi kesempatan untuk memerintah sendiri, mereka akan berhasil di negara ini,” pungkasnya pertengahan Juli lalu.
Undang-undang yang diusulkan MILF tersebut menghadapi tantangan konstitusional seperti kontrol total Bangsamoro terhadap pertanian, pangan, perdagangan, perbankan dan pendidikan, yang oleh para pemimpin oposisi akan mengurangi kewenangan pemerintah Filipina.
Front Pembebasan Islam Moro aktif di Filipina selatan, mereka menuntut daerah otonom, karena masyarakat Moro, didominasi umat Islam.
Huseyin Oruc, anggota Tim Pemantau Pihak Ketiga, memuji langkah Duterte untuk menerapkan undang-undang tersebut.
Tim Pemantau Pihak Ketiga diperkenalkan pada tahun 2012. Tim tersebutr mengawasi kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dan MILF yang ditandatangani pada bulan Maret 2014.
“Langkah ini sangat penting, terutama karena kekhawatiran tentang aktivitas Islamic State (IS) di Filipina muncul, apakah akan menyabotase proses perdamaian atau tidak,” tandas Oruc, yang juga hadir ketika Komisi Transisi Bangsamoro menyerahkan rancangan undang-undang dasar BBL kepada Presiden, saat berbicara dengan Anadolu Ajensi melalui sambungan telepon, Senin (17/07)
MILF dan pemerintahan Duterte yakin RUU “BBL” tersebut akan disahkan oleh Parlemen, ujar Huseyin Oruc.
Ia berharap terbentuknya persatuan antara orang Kristen, Muslim dan penduduk lokal.
“Kami telah menyaksikan sekali lagi bahwa semua masyarakat menuntut perdamaian dengan keadilan dan kehormatan, “ tandasnya.[IZ]