YANGON, (Panjimas.com) – Pemerintah Myanmar Sabtu (12/08) memutuskan untuk mengerahkan ratusan tentara tambahan ke negara bagian Rakhine, tempat dimana Muslim Rohingya hidup dalam intimidasi dan kekerasan.
Pengerahan sebuah batalion militer tambahan ke Rakhine yangt berjunlah sekitar 500 tentara itu, kemudian ditanggapi PBB dengan menyerukan agar pasukan kemanan menahan diri dari operasi brutalnya di wilayah tersebut.
PBB menilai operasi keamanan besar-besaran sejak awal tahun telah menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang terus meluas.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis melalui media pemerintah, Kantor Penasihat Negara Aung San Suu Kyi mengatakan bahwa pasukan ekstra telah dikirim ke daerah Maungdaw di Rakhine Utara, di mana kebijakan jam malam diberlakukan awal pekan ini.
Pemerintah mengatakan 59 warga sipil tewas terbunuh dan 33 lainnya dilaporkan hilang di daerah Maungdaw, hingga Rabu (09/08).
“Pemerintah akan dengan tegas mengambil tindakan efektif melawan tindakan teroris sesuai dengan hukum,” kata pernyataan Kantor Penasihat Negara Aung San Suu Kyi.
“Tindakan akan dilakukan terhadap semua ekstremis dan mereka yang menjalankan ekstremisme mereka”, tandasnya, dikutip dari Anadolu Ajensi.
Dalam sebuah pernyataan tentang pengerahan pasukan tambahan Kamis (10/08), Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB mengatakan: “Perkembangan ini adalah penyebab keprihatinan utama. Pemerintah harus memastikan bahwa pasukan keamanan dapat menahan diri dalam segala situasi dan menghormati hak asasi manusia dalam menangani situasi keamanan di negara bagian Rakhine.”
Oktober tahun lalu, sebuah operasi militer besar-besaran diluncurkan setelah sembilan petugas polisi perbatasan tewas di Maungdaw.
Dalam sebuah laporan mengenai operasi militer selama empat bulan tersebut, PBB mengatakan telah menemukan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan di Rakhine yang mengindikasikan “aksi kejahatan terhadap kemanusiaan”.
Selama wawancara dengan para pengungsi Muslim Rohingya di negara tetangga Bangladesh, PBB mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak-anak, bahkan pemukulan brutal dan penculikan.
Bayi dan Anak-Anak Dibunuh, Perempuan Diperkosa Massal
Ratusan orang dilaporkan tewas akibat tindakan keras militer pada Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine barat Myanmar, demikian pernyataan kantor hak asasi manusia PBB, hari Jumat (03/02).
Pasukan keamanan Myanmar telah melakukan perkosaan massal, pembunuhan keji- termasuk para bayi dan anak-anak, pemukulan brutal, penghilangan dan pelanggaran HAM lainnya yang serius di bagian utara negara bagian Rakhine sejak awal Oktober, seperti disebutkan dalam sebuah laporan terbaru Ketua Komisi Hak Asasi Manusia PBB, Zeid Ra’ad al-Hussein.
“Operasi [militer] pembersihan daerah-daerah mengakibatkan beberapa ratus kematian,” kata laporan HAM PBB itu, ini mengacu pada operasi militer menyusul tewasnya sembilan petugas polisi pada awal Oktober di daerah Maungdaw dekat perbatasan negara itu dengan Bangladesh.
Laporan ini didasarkan pada wawancara dengan 204 pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
“Banyak kesaksian yang dikumpulkan dari para pengungsi yang berasal dari desa-desa yang berbeda … menegaskan bahwa tentara [Myanmar] sengaja membakar rumah-rumah saat terdapar keluarga [Rohingya] di dalamnya, dan dalam kasus lain mendorong penduduk Muslim Rohingya masuk ke rumah-rumah yang sudah terbakar,” papar laporan itu.
“Pembunuhan orang-orang [Rohingya] ketika mereka shalat, saat memancing untuk memberi makan keluarga mereka, atau saat tidur di rumah-rumah mereka, pemukulan brutal anak-anak seusia 2 tahun dan seorang wanita tua berusia 80 tahun – pelaku pelanggaran ini, dan orang-orang yang memerintahkan mereka, harus bertanggung jawab,” kata Komisaris Tinggi Zeid Ra’ad al-Hussein dalam laporannya.
Zeid menyerukan pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan pelanggaran HAM berat di daerah itu.
“Saya menyerukan kepada masyarakat internasional, dengan segala kekuatannya, untuk bergabung dengan saya, untuk mendesak kepemimpinan di Myanmar untuk menghentikan operasi militer,” tegas Zeid.
“Gravitasi dan skala tuduhan ini menimbulkan reaksi yang kuat dari masyarakat internasional”, pungkasnya.
Badan Dana Anak-anak PBB, UNICEF, menyuarakan keprihatinan pihaknya atas pelanggaran berat hak-hak anak di bagian utara negara bagian Rakhine.
“Pelanggaran semacam ini terhadap hak-hak anak, benar-benar tidak dapat diterima. Setiap anak memiliki hak untuk mendapat perlindungan, terlepas dari jenis kelamin mereka, suku, agama atau kebangsaan, dalam setiap keadaan,” kata UNICEF.
UNICEF menambahkan klaim pelanggaran hak-hak anak harus diselidiki secara menyeluruh dan para pelanggar harus dituntut.[IZ]