JAKARTA (Panjimas.com) – Bicara wakaf uang, saat ini sudah ada 17 perbankan syariah yang telah ditetapkan sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang. Ada tambahan dua bank. Pada 2016 baru 15 bank. Dua yang terbaru adalah Bank BRI Syariah dan BPD Sumatera Selatan.
Sementara itu, Nazhir wakaf uang yang sudah terdaftar di BWI sebanyak 173 nazhir wakaf uang. Semuanya berbadan hukum. Ada yang berbadan hukum yayasan dan ada yang berbadan hukum koperasi.
“Nazhir wakaf uang berbadan hukum koperasi ini bekerja sama dengan kementerian koperasi dalam proses seleksinya,” kata Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dr. H. Slamet Riyanto saat bicara dalam Media Gathering dan LaunchingPedoman Akuntansi Wakaf, belum lama ini (8/8) di The Sultan Hotel, Jakarta.
Dikatakan Slamet, hampir semua lembaga-lembaga besar sudah terdaftar di BWI, seperti Dompet Dhuafa, Wakaf Al-Azhar, Rumah Wakaf, Global Wakaf, Daarut Tauhiid, Yayasan Wakaf Bangun Nurani Bangsa (ESQ), BMT Beringharjo Yogyakarta, KJKS Surya Utama Lampung, dan lain-lain.
Sampai dengan 1 Januari 2016, data penghimpunan wakaf uang oleh nazhir-nazhir wakaf uang yang sudah terdaftar di BWI baru mencapai Rp. 185 miliar. “Data sampai akhir 2016 belum bisa kami rekap karena tingkat kepatuhan para nazhir untuk melaporkan ternyata masih rendah,” kata Slamet.
Wakaf Produktif di Indonesia
Mengenai perkembangan wakaf produktif di Indonesia, dari data sampai dengan pertengahan tahun 2017 ini, patut disyukuri bahwa wakaf produktif yang merupakan suatu spirit baru dalam undang-undang wakaf sudah bukan lagi wacana, tetapi sudah dipraktikkan di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, beberapa di antaranya mulai menunjukkan kemajuan yang patut dibanggakan dan dicontoh nazhir-nazhir yang lain.
Dari Malang, Jawa Timur, misalnya. Nazhir mampu mewujudkan aset wakaf produktif berupa ruang rawat inap VIP yang terletak di Rumah Sakit Unisma, Malang. Berawal dari bantuan wakaf produktif Kementerian Agama tahun 2006, nazhir membangun proyek wakaf Al-Khaibar I, yang berupa ruang rawat inap VIP dua lantai seluas 600 meter persegi pada 2007. Karena dikelola dengan baik, nazhir bisa menambah aset dengan membangun proyek Al-Khaibar II, berupa ruang rawat inap VIP 2 lantai seluas 250 meter persegi.
Sekarang aset nazhir bukan hanya ruang rawat inap, tetapi juga berupa 3 buah minimarket dan sebuah restoran fast food. Total aset nazhir sekarang mencapai lebih dari Rp 7 miliar. Padahal bantuan awal dari Kementerian Agama hanya Rp 2 miliar.
Pengelolaan wakaf produktif di Malang ini tidak hanya memperbesar aset wakaf, tetapi juga berkontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat setempat. Keuntungan pengelolaan aset wakaf secara produktif ini juga disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk bantuan secara berkelanjutan kepada guru-guru diniyah, imam masjid, dan pihak-pihak “kecil tak tersentuh” lainnya.
Salah satu tokoh yang berjasa dalam pengembangan wakaf produktif di Malang ini adalah Dr. KH. Tholhah Hasan.
Di Bandung, Nazhir Sinergi Foundation mengembangkan wakaf rumah makan Ampera dan hasilnya untuk program-program sosial pemberdayaan masyarakat. Di Gorontalo, Nazhir mengambangkan aset wakaf peralatan pesta pernikahan dan hasilnya untuk biaya operasional madrasah.
Di Lumajang, Nazhir mendirikan SPBU yang sebagian sahamnya dari wakaf dan hasilnya untuk biaya operasional panti asuhan yatim. Di Banten, Nazhir Dompert Dhuafa mengembangkan aset wakaf produktif lapangan futsal untuk beasiswa pendidikan; juga rumah sakit berbasis wakaf di Bogor dan Lampung, yang hasilnya juga untuk program pemberdayaan dan sosial kepada masyarakat.
Di Jakarta pun sudah ada nazhir yang mendirikan gedung perkantoran wakaf, yang hasilnya digunakan untuk membantu operasional pendidikan yang dikelola nazhir itu. Jika disebutkan semua tentu tidak akan selesai dalam forum ini.
Fakta ini semua menunjukkan bahwa wakaf produktif sebetulnya sudah berkembang ke arah yang maju. Kita semua perlu menyampaikan fakta-fakta positif ini agar masyarakat memandang positif kegiatan perwakafan. Agar wakaf produktif ini juga ditiru oleh para nazhir yang masih belum terbuka pikirannya.
“Maka dari itu, peran para wartawan untuk menyebarkan sisi positif wakaf sangat kami harapkan, semata-mata agar wakaf ke depan benar bisa menyejahterakan umat. Dalam bahasa teman-teman di Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia, agar wakaf menjadi tulang punggung perekonomian nasional,” ungkap Slamet.
Guna meningkatkan perkembangan wakaf produktif, Badan Wakaf Indonesia telah menginisiasi pembentukan Forum Wakaf Produktif. Forum ini diisi para pengurus nazhir yang sudah mengembangkan wakaf produktif. Kami fasilitasi mereka untuk mengadakan rapat dan pertemuan di kantor BWI, membuat proyek wakaf bersama, mendata berbagai permasalahan perwakafan dan mencarikan solusinya.
BWI juga bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Kementerian Agama, Kementerian Koperasi, Bank Indonesia, MUI, Kementerian Kesehatan, dan lembaga-lembaga lain. Karena urusan wakaf itu bersinggungan dengan banyak hal, maka hubungan yang dibangun pun dengan berbagai lembaga dan instansi. (desastian)