HADRAMOUT, (Panjimas.com) – Sedikitnya 11 orang dilaporkan tewas dalam pertempuran mematikan antara pemberontak Syiah Houthi dan pasukan pemerintah Yaman di Provinsi Shabwa, Yaman Selatan, menurut seorang Komandan pasukan pro-pemerintahan Hadi.
Pasukan pemerintah membalas tiga serangan pemberontak Syiah Houthi dan pasukan sekutu di Distrik Asilan di Provinsi Shabwa tersebut, sehingga memicu bentrokan di mana 8 pemberontak Houthi tewas dan 11 lainnya menderita luka-luka, terang Ahmad al-Musabi, dikutip dari AA.
Sementara itu, 3 tentara pemerintah Yaman tewas dan 9 lainnya luka-luka dalam kekerasan tersebut, jelasnya.
Pemimpin Houthi hingga kini tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentarnya terkait insiden tersebut.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika milisi Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi internasional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia telah menuding Kerajaan Saudi terlibat kejahatan perang sebagai akibat dari kampanye pengebomannya yang dapat dianggap sembarangan dan menyebabkan kerusakan berlebihan pada negara tersebut termasuk jumlah korban tewas yang cukup tinggi.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai. Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]