JAKARTA (Panjimas.com) – Keberadaan “Bimbingan Masyarakat Islam” (Bimas Islam) sudah berlangsung sejak lahirnya Kementerian Agama, 3 Januari 1946, meskipun saat itu belum diwadahi dalam organisasi direktorat jenderal. Tanggal 3 Januari itulah ditetapkan sebagai hari ulang tahun Departemen Agama, yang sekarang dikenal dengan nama “Hari Amal Bhakti”.
Dalam perjalanan berikutnya “Bimbingan Masyarakat Islam” diwadahi dalam satu direktorat jenderal dengan nomenklatur Ditjen Bimas Islam. Pada tahun 1979 Ditjen Bimas Islam melebur ke dalam Ditjen Haji dengan nomenklatur baru, yaitu
Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001, terjadi perubahan struktur Departemen Agama pusat. Ditjen
Bimas Islam dan Urusan Haji mengalami perubahan nomenklatur menjadi Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji.
Tidak banyak pengaruh perubahan dengan nomenklatur baru itu bagi kegiatan bimbingan masyarakat Islam. Sebagian tugas yang ada sebelumnya malah direlokasi ke direktorat jenderal lain, yakni tugas penerangan agama Islam yang berpindah ke Ditjen Binbaga Islam.
Pada tahun 2006 berdasarkan PMA 3/2006 tugas bimbingan masyarakat Islam kembali dipisah dengan tugas perhajian. Mulai saat itulah tugas bimbingan masyarakat Islam dilaksanakan oleh direktorat jenderal baru, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat |slam.
Dengan struktur baru ini, diharapkan tugas-tugas yang diemban dapat dilaksanakan secara lebih fokus. Tugas- tugas itu adalah urusan agama Islam (selain haji), penerangan agama Islam, zakat, dan wakaf.
Dengan wadah struktur itu, Ditjen Bimas |slam membawahi lima subsatker tingkat eselon II, yaknl Sekretariat, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Penerangan Agama Islam, Direktorat Pemberdayaan Zakat, dan Direktorat Pemberdayaan Wakaf.
Di tingkat daerah, Ditjen Bimas Islam memiliki ”kepanjangan tangan” pada bidang-bidang (provinsi) dan seksi-seksi (kabupaten/kota). Hanya saja, pada tataran ini terjadi dismatch organisasi. Ditjen Bimas Islam sudah menggunakan struktur baru berdasarkan PMA 3/2006, sedangkan bidangbidang dan seksi-seksi di daerah masih menggunakan organisasi lama, KMA 373/2002.
Terbitnya PMA Nomor 42 Tahun 2016 mengharuskan Ditjen Bimas Islam melakukan restrukturisasi organisasi. Meski tetap dengan lima unit eselon II, namun terdapat penggabungan dan pemisahan unit eselon ll. Adapun kelima unit eselon II dimaksud yaitu Dirketorat Penerangan Agama Islam (tidak ada perubahan), Direktirat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah (dimekarkan dari Dit. Urais dan Binsyar), Direktorat Pemberdayaan Zakat Wakaf, dan Sekretariat.
Pembangunan Nasional Bidang Agama
Pembangunan bidang agama adalah upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang dijamin oleh konstitusi Negara. Pembangunan bidang agama akan membina akhlak, moral dan etika, etos kerja, meningkatkan kerukunan, dan harmonisasi.
Sesuai amanat konstitusi Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitas dan pelayanan pemenuhan hak dasar warga tersebut.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat lslam telah menjabarkan fungsi agama tersebut dalam berbagai program strategis. Sejak berpisah dari Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh tahun 2006, Ditjen Bimas lslam menemukan momentum untuk lebih menancapkan peran dalam penguatan kualitas kehidupan umat Islam. Dal hal ini, program-program Bimas Islam telah banyak bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat luas.
Sebagai pelayan umat, Bimas Islam menyelenggarakan fungsinya dalam melaksanakan pembinaan dalam rangka mewujudkan umat Islam yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlaq mulia.
Kemudian melakukan dialog antar tokoh agama dalam rangka menciptakan suasana kehidupan umat Islam yang harmonis, toleran dan saling menghormati dan menghargai.
Selanjutnya, meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan dan perlindungan masyarakat Islam, meningkatkan peran serta masyarakat dan lembaga keagamaan Islam dalam pelaksanaan program bimbingan masyarakat Islam, serta meningkatkan peran lembaga sosial keagamaan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Islam.
Tak kalah penting, meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, masyarakat berbangsa dan bernegara; Meningkatkan kualitas dan kelengkapan sarana serta prasarana untuk menunaikan ibadah dan pelayanan keagamaan masyarakat Islam. (desastian)