JAKARTA (Panjimas.com) – Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin mengaku prihatin dengan meningkatnya angka perceraian di Indonesia. Padahal pernikahan adalah sesuatu yang sakral.
“Saat ini perceraian dan kekerasan rumah tangga mengalami peningkatan. Secara grafik angkanya terus naik. Sangat disesalkan, jika perceraian dianggap suatu hal yang lumrah dan biasa-biasa saja. Jika mulai ada ketidak-cocokkan, langsung diceraikan,” kata Menag saat membuka “Rapat Koordinasi Penguatan Fungsi Agama dalam Pembangunan Nasional” di Mercure Hotels, Ancol, Jakarta Utara, Jum’at (11/8) pagi.
Lukman berharap Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI membuat program bagi calon pengantin (Pra Nikah) untuk dibekali tentang bagaimana membina keluarga sakinah. Dengan demikian diharapkan angkat perceraian bisa ditekan dan dihindari.
“Jika melihat fenomenanya, banyak anak-anak kita yang tidak dibekali wawasan tentang makna keluarga atau rumah tangga. Karena itu perlu program yang terencana dan sistematis melalui edukasi menjadi penting. Melalui Bimas Islam, calon pengantin sebelum nikah harus mendapatkan sertifikasi terlebih dahulu,” harap Menag.
Lukman juga meminta Bimas Islam agar mengembangkan kantor KUA di setiap kecamatan yang ada. Termasuk wilayah yang mengelami pemekaran di daerah-daerah. Bukan hanya direnovasi gedungnya, tapi juga diisi dengan pembinaan keluarga
sakinah. “Gedung-gedung KUA harus didayagunakan,” keta Menag.
Mengenai Rapat Koordinasi yang dilaksanakan selama tiga hari ini, Menag berharap para fungsionaris ormas islam yang hadir dapat menyampaikan aspirasinya terkait program apa yang harus dilakukan Ditjen Bimas Islam ke depan. “Segala masukan dan asprasi yang diserap oleh Bimas Islam dapat direalisasikan di masa yang akan datang.”
Menag juga berharap, rapat koordinasi yang melibatkan ormas Islam dapat mengkomunikasikan jika terjadi miskomunikasi ataupun misinformasi terkait isu yang berkembang di masyarakat, seperti penggunaan dana haji dan sebagainya. Sehingga diskursus bisa diminimalisir.
Termasuk soal penetapan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Misalnya apakah masih perlu sidang itsbat atau tidak. “Tidak harus menunggu waktu Maghrib. Jika di tempat lain sudah menyatakan masuknya bukan Ramadhan ataupun Syawal. Karena Indonesia bagian timur maupun barat adalah bagian dari Indonesia juga.” (desastian)