JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam rangka mempererat silaturahim Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan media massa , BWI menggelar kegiatan “Media Gathering” sekaligus peluncuran buku “Pedoman Akutansi Wakaf” di The Sultan Hotel, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (8/8/2017).
Sejumlah jurnalis dari perwakilan media dan organisasi jurnalis Muslim hadir dalam acara tersebut, seperti Forum Jurnalis Muslim (Forjim) dan Jurnalis Islam Bersatu (JITU).
Saat Pembukaan, hadir DR. KH. Tholhah Hasan (Dewan Ahli BWI), Dr. H. Slamet Riyanto, M.Si (Ketua Badan Pelaksana BWI) untuk memberi sambutan dan memaparkan Waqf Outlook and Report 2017, dan peluncuran secara resmi buku “Pedoman Akuntansi Wakaf”.
Di sesi kedua, Dr. Asep Saepudin Jahar (Divisi Pembinaan Nazhir BWI) , Wahyu Muryadi (mantan Pemred Tempo), dan Yusan Sagara (Praktisi dan Dosen Akuntansi UIN Jakarta) menyampaikan materi berjudul “ Peran BWIdan Media Massa dalam Pemberdayaan dan Pengawasan Wakaf”.
Dalam sambutannya, Dewan Ahli BWI DR. KH. Tholhah Hasan mengatakan, bahwa wakaf bukan sebatas dibicarakan di seminar-seminar ataupun forum diskusi, melainkan direalisasikan alias diwujudkan. “Saya sudah 47 tahun bergelut dengan wakaf. Karena Wakaf ini perintah agama, maka budaya wakaf harus dikembangkan.”
Yang menarik, KH. Tholhah mengatakan, sudah saat masjid menjadi penggerak wakaf. Ia mencontohkan, Masjid bisa menghimpun dana untuk program “Bedah Rumah” jamaah yang tergolong dhuafa, dalam hal ini rumahnya yang tak layak huni.”
Kiai Tholhah berpesan, pengelola wakaf harus bisa menjaga kepercayaan Tuhan dan masyarakat, serta pemerintah. Bicara prinsip keberhasilan manajemen wakaf, kata kiai, harus memenuhi tiga hal, yakni: Sumber Daya Manusia (SDM) nya, Sistem yang mendukung, dan pengawasannya yang bisa dipertanggungjawabkan. “Kuncinya adalah ikhlas, sabar, jujur, dan istiqamah. Wakaf bisa dikembangkan untuk memberdayakan ekonomi umat.”
Tak kalah menarik, KH Tholhah berharap, orang yang sering berpergian ibadah umroh ke Tanah Suci, sebaiknya uangnya dialihkan saja untuk wakaf. “Umat Islam di Indonesia setiap tahunnya selalu umroh. Jika sebagian biaya umroh senilai Rp.10 juta dialihkan untuk wakaf, maka nilainya menjadi bermanfaat, mengingat potensi wakaf sungguh luar biasa,” jelas Kiai.
Dalam pemaparan dari narasumber yang lain juga disinggung tentang wakaf saham, wakaf modern, wakaf uang dan wakaf produktif. Diakui Dr. H. Slamet Riyanto, M.Si (Ketua Badan Pelaksana BWI), kerja BWI saat ini begitu berat. Ia menyesalkan anggaran rutin pemerintah kepada BWI tidak juga turun.
Slamet menginginka adanya Revisi UU Wakaf, karena dinilai tidak berpihak kepada BWI. “Bagaimana BWI bisa bergerak menjalankan program-programnya jika dananya tidak cair. Sejauh ini anggota BWI banyak, tapi geraknya lamban seperti keong.
Diadakannya silaturahim BWI dengan media massa, diharapkan, pemberitaan tentang wakaf lebih disosialisasikan lagi. Selama ini pemberitaan wakaf sangat minim, bahkan tidak ada sama sekali di media massa. Karena itu sosialiasi soal wakaf perlu disosialisasi secara terus menerus. (desastian)