SUKABUMI (Panjimas.com) – Innalilahi wainna ilaihirojiun. Pembulyan dan tindakan kekerasan antarteman sekolah kembali terjadi, dan memakan korban jiwa. Terjadi pada siswa SDN Longkewang, Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. SR meregang nyawa setelah dipukul teman sekelasnya, Selasa (8/8/ 2017) di lingkungan sekolahnya sekitar pukul 06:30 WIB.
SR sempat di bawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pertolongan, namun pihak Puskesmas mengatakan SR sudah meninggal dunia. Mendapat kabar adiknya meninggal dunia, pihak keluarga Abdurohim membawa SR ke RSUD Sekarwangi guna otopsi.
Berdasarkan keterangan dari teman-teman SR, adiknya dipukul oleh temannya hingga terjatuh. Tak hanya dipukul, telinga SR disumbat menggunakan keripik, dan disiram dengan minuman ringan.Pihak keluarga kini sedang berembuk untuk penyelesaian kasus ini dan meminta kasus ini diusut tuntas. Kini kasus pemukulan yang menyebabkan siswa kelas II SD meninggal ditangani Polsek Cibadak.
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyatakan duka mendalam dan keprihatin atas tewasnya SR, seorang siswa kelas II SDN Longkewang, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Dalam siaran persnya, Retno Listyarti (Komisioner KPAI Periode 2017/2022 bidang Pendidikan) mengatakan, kematian SR menunjukan bahwa sekolah aman dan nyaman bagi anak didik ternyata masih jauh dari harapan.
“Pembelaan sekolah dengan menyatakaan bahwa peristiwa kekerasan yang menimpa SR terjadi di belakang kantor, sementara pendidik fokus mengawasi pelajar di depan kantor, tetap tidak bisa di tolerir. Lingkungan sekolah aman meliputi seluruh luas sekolah tanpa kecuali, bahkan juga radius bebarapa ratur meter dari sekolah masih menjadi tanggungjawab pihak sekolah,” ungkap Retno.
Berkaca dari peristiwa ini dan banyaknya kasus-kasus kekerasan di sekolah yang diterima di pengaduan KPAI, menjadi suatu kesempatan Kemdikbud RI untuk meninjau kembali Kebijakan menambah lamanya berada di sekolah, karena ternyata sistem pengawasan yang lemah di banyak sekolah telah membuat sekolah tak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak.
KPAI menyayangkan kesimpulan dini yang dinyatakan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, yang seolah menolak telah terjadi dugaan kekerasan di sekolah sehingga menimbulkan kematian SR. Pernyataan yang menyebut bahwa tidak ditemukan bekas pukulan, hanya baju dan celana SR yang kotor, menunjukkan kesimpulan yang mendahului penyelidikan hasil otopsi yang sedang dilakukan aparat penegak hukum.
Dikatakan Retno, pihak Dinas Pendidikan Kab. Sukabumi dan jajarannya, seharusnya justru mendukung penyelidikan dan menolak berkomentar hingga ada hasil dari penyelidikan. Yang urgen di lakukan pihak Disdik adalah melakukan evaluasi terhadap pengelola atau tenaga pengajar dan sistem pengawasan di sekolah.
“Pemerintah daerah juga harus segera menurunkan tim inspektorat untuk melakukan pemeriksaan terkait pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap jajaran birokrasi pendidikan hingga pihak satuan pendidikan.”
KPAI mendukung penyelidikan pihak aparat penegak hukum, namun KPAI akan memastikan bahwa anak sebagai pelaku atau istilah perudangan adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH) harus sesuai dengan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Apalagi para pelaku masih dibawa usia 12 tahun, penanganannya harus memperhatikan hak-hak anak dan kondisi psikologinya sebagai anak sebagaimana diatur dalam UU SPPA tersebut,” tukas Retno.
Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang SPPA adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
KPAD kabupaten Sukabumi hari ini meninjau TKP (tempat Kejadian Perkara) dan akan mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan KPAI dalam menelaah kasus ini demi kepentingan dan perlindungan anak. KPAI juga akan berkoordinasi dengan Pemda Sukabumi dan Polres Sukabumi terkait masalah kematian SR. (desastian)