JAKARTA (Panjimas.com) – Aksi ribuan buruh se-Jabodetabek, Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Batam, dan beberapa kota lainnya mengangkat agenda isu terkait kondisi perekonomian dan perburuhan nasional. Dalam pernyataan sikapnya secara tertulis, Selasa (8/8) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, Pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla gagal sejahterkan buruh dan rakyat.
“Hampir tiga tahun pemerintahan Jokowi -JK berkuasa diberi amanah oleh rakyat mengelola negara, namun nampaknya berbagai kebijakan yang dikeluarkan gagal dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan gagal dalam mensejahterakan buruh dan rakyat,” kata Said Iqbal, Presiden KSPI.
Berbagai indikator ekonomi yang memperlihatkan kegagalan Jokowi-JK dalam mengelola negara, meliputi:
Pertama, pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5% per triwulan II 2017, sementara daya beli masyarakat terjun bebas ditunjukan oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh dibawah 5%, akibat Jokowi menerbitkan PP No 78/ 2015 yang membatasi kenaikan upah minimum.
Kedua, penyerapan tenaga kerja per semester I anjlok 141 ribu orang dibandingkan tahun 2016. Sementara investasi yang masuk lebih padat modal bukan padat karya. Kalau terus dibiarkan pengangguran akan meledak karena lapangan kerjanya makin sempit.
Ketiga, pembangunan infrastruktur yang dijanjikan selesai tahun 2019 faktanya hanya terealisasi 9%. Dampak dari pembangunan infrastruktur juga tidak dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Buktinya industri besi dan baja justru tumbuh negatif di 2016 dan penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi anjlok. Infrastruktur adalah proyek titipan China. Wajar tenaga kerja dan materialnya impor dari China.
Keempat, paket kebijakan ekonomi yang jumlahnya mencapai 15 terbukti tidak mampu menahan laju penurunan industri manufaktur. Pertumbuhan industri manufaktur turun tajam di triwulan ke II 2017 dari 4.24% ke 3.54%. Dampaknya PHK besar besaran gelombang III sudah mulai terjadi sejak awal tahun 2017.
Kelima, utang pemerintahan Jokowi naik dari 1000 triliun hanya dalam waktu 2.5 tahun. Total utang pemerintah per Juni 2017 sebesar Rp. 3.706 triliun. Sementara jerat utang membuat negara harus membayar bunga pertahunnya sebesar 219 Triliun.
Gambaran makro perekonomian diatas mengindikasikan bahwa pemerintahan Jokowi gagal memperbaiki kondisi perekonomian nasional. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan oleh Jokowi guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, dari 15 jilid paket kebijakan hingga tax amnesty sebagai taktik memperbesar penerimaan pajak.
“Tax Amnesty yang diklaim sebagai tersukses di dunia nampaknya belum juga mencukupi target pendapatan negara,” ungkap Said Iqbal. (desastian)