WASHINGTON, (Panjimas.com) – Sebuah Masjid di negara bagian Minnesota dibom pada Sabtu pagi (06/08), disaat umat Islam berkumpul untuk menunaikan sholat subuh berjamaah.
Kepolisian Bloomington mengatakan bahwa bom tersebut hanya merusak Kantor Imam Masjid di “Dar Al Farooq Islamic Center”.
Para jamaah muslim segera memadamkan api sebelum petugas pemadam kebakaran tiba. Hingga berita ini diterbitkan, pihak FBI masih menyelidiki motif dan kronologi pengeboman Masjid di Minnesota itu.
“Seorang saksi melihat ada sesuatu yang dilemparkan ke jendela kantor Imam dari sebuah van atau truk sebelum ledakan itu,” kata Asad Zaman, Direktur Masyarakat Muslim Amerika Minnesota (Muslim American Society of Minnesota), pada sebuah konferensi pers.
Direktur Eksekutif Masjid “Dar Al Farooq Islamic Center”, Mohamed Omar menambahkan bahwa kendaraan tersebut, diduga sebuah van, segera melesat pergi.
Masjid yang didominasi warga keturunan Somalia itu, sama halnya seperti banyak Masjid lain di seluruh AS, yang telah menerima berbagai telepon dan email yang bernada ancaman, kata Omar kepada Star Tribune.
“Saat itu jam 5 pagi (09.00GMT),” ujarnya. “Seluruh lingkungan tenang, orang-orang seharusnya masih tidur, begitulah damainya keadaan ini. Saya terkejut saat mengetahui hal ini terjadi”, pungkasnya
Council on American Islamic Relations (CAIR), mengumumkan hadiah $ 10.000 dollar untuk informasi yang mengarah pada penangkapan dan penghukuman pelaku pengeboman Masjid di negara bagian Minnesota itu.
Secara nasional, kantor pusat Council on American Islamic Relations (CAIR) juga mendesak Masjid-Masjid dan Pusat-Pusat Islam di seluruh negeri untuk meningkatkan keamanan.
“Insiden tersebut merupakan gejala dari berkembangnya suasana Islamofobia di AS,” kata Direktur Komunikasi CAIR, Ibrahim Hooper, kepada Anadolu Ajensi.
“Karena kapan pun Anda melihat motif yang mungkin ada dalam kasus seperti ini, nampaknya Islamofobia akan menjadi jenis motivasi utama yang akan Anda lihat”, pungkasnya.
Hooper mengatakan pemberian penghargaan atau reward khusus di masa lalu telah berhasil dalam mengumpulkan informasi-informasi yang mengarah pada penangkapan pelaku penyerangan.
“Karena seringkali mereka membual kepada orang dan teman, serta keluarga mereka, bahwa mereka telah melakukan ini dan mereka bangga akan hal itu. Kemudian seseorang akhirnya, karena insentif pemberian (reward), menawarkan informasi kepada polisi dan mereka ditangkap,” imbuh Hooper.[IZ]