SURABAYA (Panjimas.com) – Indonesia memperoleh investasi asing bukan hanya negara besar seperti Cina dan Amerika, tapi juga Rusia. Diperkirakan, Perusahaan Rusia Rosneft Oil Company di Tuban Jawa Timur akan beroperasi pada 2024. Perusahaan tersebut menanamkan investasinya senilai 10 miliar dolar AS.
Demikian diungkapkanHead of Refinary and Petrochemical Joint Projects Development Department, Alexander Zubchenko dan Market Expert Vladimir Zhiryakov pada saat pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur Soekarwo di ruang Goncharova, di Hotel Intercontinental Moskow, Jumat (4/8) waktu setempat.
Pertemuan tersebut merupakan rangkaian kegiatan Gubernur Jawa Timur dalam mempromosikan perdagangan, pariwisata dan
investasi (trade, tourism, and investment/TTI) di Rusia.
Alexander Zubchenko menyatakan investasi perusahaan Rusia Rosneft Oil Company di Tubansejauh ini masih on the right track atau berjalan sesuai dengan perencanaan. Tahapan-tahapan yang harus dilalui, seperti feasibility study (FS) dan penyusunan basic design atau engineering dipastikan sesuai dengan rencana.
“Tahun 2024, direncanakan operasional kegiatan sudah beroperasi. Sebanyak 13 ribu pekerjaan akan tercipta untuk para generasi muda, khususnya Jatim, dari investasi gabungan antara PT Pertamina dan perusahaan ini,” ujarnya seperti tertulis dalam siaran persnya, Sabtu (5/8).
Alexander mengatakan, sejumlah lapangan pekerjaaan yang akan tercipta dari investasi ini, di antaranya teknisi (engineer) dan layanan kesehatan. Untuk itu, bersama Pertamina, perusahaannya juga akan memberikan pelatihan-pelatihan. “Kami ada untuk masyarakat, terutama generasi mudanya,” ujarnya.
Perusahaan joint venture dengan PT Pertamina tersebut direncanakan akan membangun kawasan industri. Hal itu khususnya untuk penyimpanan minyak, di antaranya solar dan gas, serta memproduksi petrokimia dan kondensat yang dibutuhkan oleh Indonesia.
Selama ini, kerja sama antara Indonesia khususnya Jawa Timur dengan Rusia antara lain di bidang energi, teknologi navigasi kedirgantaraan, konstruksi pelabuhan, serta pembangunan kapal laut. Kerja sama tersebut biasanya melibatkan kemitraan dengan perusahaan lokal.
Investasi Cina
Sementara itu Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengumumkan sepanjang 2016, Indonesia memperoleh investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) dari Cina sebesar 2,7 miliar dolar AS (atau setara Rp 35,928 triliun) (Republika, 25 Januari 2017).
Selain itu, ada pula penyerahan izin perluasan investasi kepada PMA asal Amerika Serikat terkait akomodasi cottage dan pariwisata di Raja Ampat senilai 200 juta dolar AS.
Data terakhir dari Badan Statistik Cina menunjukkan nilai proyek yang diselesaikan perusahaan-perusahaan Negeri Tirai Bambu di Indonesia per 2015 mencapai 4,8 miliar dolar AS (Rp 63,94 triliun). Nilai ini lebih besar dibandingkan FDI dari Cina pada tahun yang sama.
Data statistik Indonesia mencatat nilai impornya mencapai 2,6 miliar dolar AS (Rp 34,634 triliun). Itu hanya sebagian dari semua impor Cina. Indonesia mengimpor lebih banyak bahan yang terkait dengan konstruksi dan peralatan nonelektronik dan mesin. Perinciannya 4,7 miliar dolar AS (Rp 62,6 triliun) untuk bahan bangunan, baja, perlengkapan kamar mandi, dan lain-lain. Sementara sebanyak 2,3 miliar dolar AS (Rp 30,638 triliun) bersumber dari crane, buldoser, AC, dll.
Pada akhir 2015, jumlah pekerja Cina di proyek-proyek konstruksi Indonesia sebanyak 13.775 orang. Jumlah ini kurang dari setengah ekspatriat yang bekerja secara legal di Tanah Air yang tercatat 31.030 orang. (desastian)