MOSKOW, (Panjimas.com) – Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev mengecam keras tindakan AS karena mengesahkan undang-undang sanksi ekonomi baru terhadap Rusia.
PM Medvedev menyebutnya sebagai “perang dagang skala penuh” pada hari Rabu (02/08).
“AS mendeklarasikan perang dagang skala penuh melawan Rusia,” katanya melalui akun Facebook-nya, dikutip dari AA.
PM Medvedev mengatakan bahwa pemerintahan Trump tidak berdaya, dan telah mengalihkan kekuasaan eksekutif ke Kongres.
Reaksi tersebut terjadi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada hari Rabu menandatangani undang-undang mengenai penjatuhan sanksi kepada Rusia atas tuduhan mencampuri pemilihan presiden 2016, walau Trump menyuarakan keberatan besar terhadap pasal-pasalnya.
RUU tersebut “cacat secara signifikan” karena “ketentuan inkonstitusionalnya”, kata Trump dalam sebuah pernyataan panjang yang mengumumkan keputusannya, mengutip laporan Anadolu.
“RUU itu tetap benar-benar cacat – terutama karena melanggar otoritas cabang eksekutif untuk bernegosiasi,” kata Trump dalam sebuah pernyataan terpisah.
“Kongres bahkan tidak bisa menegosiasikan tagihan kesehatan setelah tujuh tahun perdebatan. Dengan membatasi fleksibilitas Eksekutif, RUU ini membuat lebih sulit bagi Amerika Serikat untuk melakukan kesepakatan yang baik bagi rakyat Amerika dengan mendorong China, Rusia, dan Korea Utara agar bersama lebih dekat,” imbuhnya.
RUU ini tidak hanya berlaku sekarang, dengan menerapkan sanksi baru terhadap Rusia, Iran dan Korea Utara, ini akan membuat Presiden Amerika lebih sulit untuk mencabut kembali sanksi baru, dan juga sanksi lama terhadap Rusia.
Kongres AS secara luar biasa mengesahkan RUU itu pekan lalu, dan jika Trump memveto undang-undang tersebut, anggota Parlemen dengan mudah dapat melakukan penggusuran dengan hampir semua anggota di setiap majelis yang mendukung daftar hitam yang menyertai pembatasan pada kemampuan eksekutif untuk menggagalkannya.
Trump telah berusaha memperbaiki hubungan dengan Rusia, namun saat Senat mengeluarkan undang-undang tersebut, Rusia dengan marah bereaksi dengan memerintahkan 755 diplomat AS untuk segera meninggalkan negara tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa AS mengambil langkah “tidak berdasar” untuk memperburuk hubungan bilateral, dan dan Putin menambahkan bahwa dia meyakini bahwa sikap AS terhadap Rusia tidak akan lekas berubah
Putin juga mengatakan Moskow tidak bermaksud untuk membiarkan tindakan AS itu “tidak terjawab”, dan Ia masih mempertimbangkan pilihan lainnya untuk melakukan tindakan balasan.” Tapi saya harap hal itu tidak akan sampai pada hal ini, saya menentangnya hari ini.”
Presiden Rusia mengatakan Moskow dan Washington telah bekerja sama dalam bidang “sangat penting”, termasuk pembatasan senjata pemusnah massal dan perang melawan terorisme.
Putin mencontohkan bahwa penciptaan zona de-eskalasi di Suriah merupakan langkah “nyata” dari kerja sama kedua negara dalam hal ini.
“Alih-alih mulai bekerja secara konstruktif, kami hanya mendengar tuduhan campur tangan tak berdasar, campur tangan dalam urusan internal AS,” imbuhnya, dikutip dari AA.
Setelah langkah AS tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan pada hari Jumat (28/07) bahwa tindakan balasannya terhadap undang-undang sanksi Amerika mengenai Moskow. Langkah-langkah tersebut mencakup pemotongan jumlah personil yang dipekerjakan di kantor diplomatik dan konsuler AS di Rusia menjadi 455 personil serta menangguhkan ijin penggunaan wisma musim panas AS di Moskow.[IZ]