SOLO (Panjimas.com) – Tak cukup dana haji, Presiden Jokowi malah melirik dana sosial keagamaan seperti wakaf dan zakat. Hal ini dikatakan Jokowi saat Peresmian Pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAE) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
“Untuk pengentasan kemiskinan dan menekan ketimpangan, kita harus bisa memanfaatkan dana-dana sosial keagamaan seperti dana zakat yang juga potensinya masih sangat besar sekali. Selain itu juga, Indonesia memiliki tanah wakaf dengan total luas yang sangat besar sekali,” kata Jokowi.
Menanggapi hal itu, ketua Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), Ustadz Muinudinillah Basri, MA saat ditemui Panjimas.com di Solo, mengatakan bahwa dana haji dan dana wakaf adalah uang umat, yang tidak boleh berspekulasi penggantiannya.
Dia menegaskan bahwa Jokowi belum bisa memberikan keadilan pada umat Islam. Memanfaatkan dana haji umat Islam untuk infrastruktur belum tentu menguntungkan umat Islam. Yang terjadi kata dia, justru kerugian yang diterima umat Islam.
“Pemerintah ini mau ambil aset-aset umat Islam, tapi sisi manfaat malah berikan pada orang kafir, kerjasama dengan Cina yang malah memberikan madharat pada kita. Maka dalam hal ini kami menolak,” kata Ustadz Muin, Senin (31/7/2017).
Pengelolaan dana haji, mempertimbangkan hukum syari. Menurut Ustadz Muin, pemerintah belum ada kejelasan siapa dan bagaimana cara pengelolaannya.
“Bahwa menolak bahaya harus didahulukan daripada mencari keuntungan, karena apa? Bahaya itu sangat jelas sementara keuntungan sangan nisbi (samar-samar) sekali, ya. Kedua, bab amanah, belum ada kejelasan sebab dana haji sifatnya keterpaksaan pihak kedua,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ustadz Muin menjelaskan bahwa umat Islam menyerahkan dananya karena tuntutan ibadah bukan untuk politik.
“Apalagi mau ambil dana wakaf, ini duit fisabilillah kok mau diambil. Itu sesuatu yang sangat dholim, karena orang wakaf itu untuk mencari pahala, kalau diambil pemerintah dorongannya politik, maka kita tolak 100 persen,” pungkasnya. [SY]