SOLO, (Panjimas.com) – Dalam tausyiyah kebangsaannya di Gedung MTA Pusat Surakarta Ahad (30/07), Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia merupakan hasil kerja umat Islam.
Jenderal Gatot melanjutkan, yang mempelopori dan memotori energi sosial umat saat itu adalah para Kyai, Ulama dan Ustadz. Persatuan umat pada masa perjuangan kemerdekaan pun digalang oleh umat Islam melalui perintah dan bimbingan para Ulama
“Tidak mungkin semua pemuda Indonesia kumpul tanpa perintah Ulama, maka lahirlah sumpah pemuda”, terangnya.
Inilah maka muncul suatu persatuan tekad berjuang untuk merebut kemerdekaan, tercapainya persatuan pemuda, yang mempelopori siapa? para Ulama, para Kiai, para Ustadz, Mereka menyampaikan kepada santrinya yang muda-muda untuk bersatu, sehingga muncul energi sosial merdeka atau mati.
Panglima TNI turut mengingatkan kembali kepada para jamaah bahwa umat Islam sangat berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, ini tampak dari slogan maupun semboyan rakyat pada masa itu, yakni “merdeka atau mati”
“Merdeka atau mati itu kan jihad pak bu, bahasa apa itu ? Islam”, tegasnya.
Ia pun melanjutkan, “Merdeka atau mati itu dipelopori para kiai dan ulama, dan tidak perlu ratusan atau puluhan tahun lagi, cukup belasan tahun saja”
“Hanya perlu 17 tahun, berjuang, dengan kemampuan sendiri, bayangin pak kita hanya pakai tombak, bambu runcing, parang, ada yang pakai senjata? ada tapi itu bukan buatan kita, kita merebut dari Belanda atau Jepang sehingga punya senjata.”
“Tetapi, dengan peran Kiai Ulama hanya perlu 17 tahun mengusir penjajah”, ujarnya.
Jenderal Gatot juga mengingatkan kepada para jamaah Jihad Pagi MTA (Pengajian Umum Ahad Pagi) mengenai aktor penting yang mempersatukan bangsa, memotori perjuangan, dan merumuskan dasar negara. Beliau menyebut para Ulama.
“Yang mempersatukan bangsa? Para Ulama. Yang memotori perjuangan siapa ? Para Ulama. Yang merebut kemerdekaan dengan 3 Divisi Tempur siapa? Para ulama. Yang merumuskan dasar-dasar negara ini siapa? Para Ulama”, Tuturnya.
Pada masa jelang kemerdekaan TNI belum lahir, maka peran Ulama dan Kyai sangat vital dalam memompa energi sosial kemerdekaan.
Panglima TNI menegaskan, “Ingat, TNI waktu itu belum ada, belum lahir, tetapi para Kiai membuat satuan dalam merebut menyiapkan kemerdekaan”
Tahun 1943 umat Islam menyiapkan pasukan, yaitu membentuk 3 Divisi Tempur atau seperti Kodam kalau sekarang, yang membentuk Kyai. Pertama, Divisi Barisan Kiai dipimpin KH. Wahab Chasbullah. Kedua, Divisi Barisan Hizbullah dipimpin KH. Zainal Arifin dan Ketiga, Divisi Barisan Sabilillah dipimpin KH. Mansur.
“Ini fakta sejarah, begitu mendirikan 3 Divisi, semua kemudian ikutan bikin, sehingga kita bisa merdeka dan mengusir penjajah dari bumi pertiwi ini”, pungkasnya.
Berdasarkan pantauan Panjimas, ribuan jamaah begitu antusias dan secara khidmat mendengarkan “Tausiyah Kebangsaan” Panglima, bahkan ratusan warga MTA dari berbagai daerah meluber di pinggir trotoar halaman Istana Mangkunegaran serta sepanjang jalanan gedung MTA Pusat di jalan Ronggowarsito No 111A Surakarta.[IZ]