SOLO, (Panjimas.com) – Haji Achmad Sulaiman Badrie lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 12 Juli 1949, Ia wafat di Semarang pada tanggal 24 Syawal 1438 Hijriah bertepatan dengan 18 Juli 2017.
Pendidikannya dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi Ia tempuh di kota kelahirannya, Surakarta. Jenjang Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1954- 1960 di SD Djama’atul Ichwan, Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1960-1963 di Madrasah Tsanawiyah Al- Islam, Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 1963-1966 di Madrasah Aliyah Al-Islam, selanjutnya Ia menjadi mahasiswa di Institut Agama Islam Muhammadiyah (sekarang bernama Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Haji Achmad Sulaiman Badrie lebih dikenal dengan nama Sulaiman, dia sosok saudagar muslim yang melegenda. Sumbangsihnya terhadap umat begitu nyata dan menginspirasi, dia tumbuh dan besar dari kalangan keluarga muslim yang giat berjuang demi umat. Semangat juangnya semakin terasah ketika dirinya menjadi menantu Abdullah Affandi.
Abdullah Affandi merupakan tokoh sepuh Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sekaligus mertuanya yang semangat juang beserta pemikirannya yang visioner menjadi sosok panutannya dalam membela umat. Kiprah Sulaiman mulai nampak terasah sejak dirinya aktif berproses di Pelajar Islam Indonesia (PII), bahkan dirinya tercatat pernah menjadi instruktur training di PII.
Sulaiman pun turut merawat keberadaan Perpustakaan Islam Surakarta termasuk di dalamnya diskusi mata air yang digagas sang mertua. Forum diskusi Mata Air merupakan forum yang digagas dengan satu tujuan visioner yaitu menjadikan umat Islam sebagai sosok “opinion leader”. Sebuah ajang berdialektika umat Islam Solo khususnya sehingga mampu menjawab berbagai problematika keumatan yang terjadi di Indonesia.
Sulaiman muda aktif berkecimpung dalam berbagai organisasi, bahkan hingga di usia senjanya pun dia masih mendedikasikan dirinya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengabdian dan perjuangan umat. Keaktifannya di organisasi sejak muda membuatnya banyak menjadi rujukan serta panutan aktivis muda Islam baik dari kalangan PII maupun pmuda Islam dari berbagai macam latar belakang. Haji Sulaiman pun tercatat menjadi pembina di berbagai organisasi baik di Keluarga Besar (KB) PII maupun di organisasi lain seperti yayasan, majelis ta’lim, pesantren dan masjid yang ada di Solo.
Kiprahnya di tengah- tengah umat Islam Solo patut untuk diperhitungkan pasalnya dia sangat aktif mengikuti organisasi ke-Islaman yang ada di Kota Solo sejak masih berstatus pelajar. Adapun organisasi pertama kali yang dia ikuti yaitu Pelajar Islam Indonesia pada tahun 1963 hingga 1969, di mana dia menjadi ketuanya. Selanjutnya ketika di usia senjanya pun dia masih diminta untuk bergabung dengan Majelis Ulama Indonesia Kota Surakarta yakni di Komisi Ukhuwah.
Perlu diketahui, bersama riwayat keorganisasian Haji Achmad Sulaiman Badrie ini terbilang sangat mumpuni dan patut diteladani oleh semua pemuda khususnya aktivis muda Islam. Terhitung sejak awal dia bergabung dengan organisasi ini tepatnya pada tahun 1965 hingga 2011 ada 18 organisasi yang dia ikuti dan hampir separuh hidupnya lebih dia berikan untuk umat. Beragam peran dan posisi penting dia mainkan, meskipun tidak semua terdokumentasi dengan baik karena sifatnya yang rendah hati sehingga lebih memilih begerak di balik layar.
Adapun organisasi dan perananya sebagai berikut pertama Ketua Pelajar Islam Indonesia Surakarta ( 1963-1969), kedua, Presidium Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia Surakarta (1965-1968), ketiga, Sekretaris Yayasan Pondok Pesantren Al’Muayyad Surakarta (1985-2011), keempat, Ketua Ta’mir Masjid Jami “Laweyan” Surakarta (1985-2011), kelima, Ketua 1 Yayasan Pondok Pesantren Al-Qur’any Surakarta (1990-2011), keenam, Ketua Pembangunan Pondok Pesantren Az Zayady Surakarta (2000- 2002), ketujuh Ketua Yayasan Kesejahteraan Pemuda Islam Surakarta (1994- 2006), kedelapan, Ketua 1 Partai Bulan Bintang (PBB) Kota Surakarta (1998-2000), kesembilan, Ketua Pengajian Amal Sahabat Surakarta (2000-2008), kesepuluh, Pengurus Yayasan Amal Sahabat Surakarta (1994-2011), kesebelas, Pengurus Pamong Pengusaha Batik Surakarta (1978-1994), keduabelas, Pengurus Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) Jakarta (1990-1994), ketigabelas, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Laweyan (2002-2007), keempatbelas, Pengurus Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (2004-2011), kelimabelas, Pengurus Yayasan Idola Shirotol Mustaqim Surakarta (2005-2011), keenambelas, Pengurus Perhimpunan Keluarga Besar PII Jawa Tengah (2002-2011), ketujuhbelas, Pengurus Yayasan Batik Surakarta Indonesia (YABSINDO) (2004- 2011), dan kedelapanbelas, Pengurus Langgar Merdeka Kampung Batik Laweyan (1988-2011).
Saudagar Muslim, Inisiator New Sarekat Dagang Islam
Jika ada saudagar batik muslim yang dapat didaulat sebagai tokoh yang berdedikasi dan berkhidmat pada umat, maka dia adalah Haji Achmad Sulaiman Badrie. Kepiawaiannya dalam berselancar mengarungi dunia politik dan pergerakan mendapat pengakuan dari berbagai kalangan utamanya tokoh dan aktivis muslim Solo-Raya.
Terbukti dialah penggagas berdirinya Partai Bulan Bintang (PBB) di Solo yang didukung oleh simpatisan Partai Masyumi. Pada kesempatan tersebut, dia pun mendapat kepercayaan untuk menahkodai PBB selama dua tahun yaitu 1998 hingga tahun 2000.
Selanjutnya pada tahun 2005 dia membantu para politisi muslim untuk memenangkan pemilihan Walikota Surakarta dengan mengusung Achmad Purnomo sebagai calon walikota. Pada saat itu secara administratif kemenangan berada di pihaknya karena berhasil menang di tiga kecamatan dari lima kecamatan se-Surakarta yakni Kecamatan Laweyan, Serengan dan Pasar Kliwon. Meskipun urung dilantik menjadi walikota Solo beberapa kalangan menilai strategi pemenangan ini terhitung berhasil, karena sukses meraih simpati suara di basis muslim Solo yang tersebar di tiga kecamatan tersebut.
Selain mahir membuat strategi gerakan, Haji Sulaiman pun pandai menggagas ide pembaharuan di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Terbukti pada tahun 2006 silam dia bersama sejumlah tokoh dan warga masyarakat Laweyan berinisiatif membuat New Sarekat Dagang Islam (SDI). Setelah sebelumnya menginisiasi terbentuknya kampung Batik Laweyan pada tahun 2004, meskipun kala itu bisnis batik terbilang lesu, namun kemudian angin segar pun berhembus yakni dengan pengakuan UNESCO yang menyatakan batik sebagai warisan dunia.
Kecintaanya pada dunia batik membuatnya tak lelah berinovasi bahkan hingga menjelang wafatnya dia pun masih berusaha mendesain sendiri batiknya yang berlabel Batik Puspa Kencana. Selain produk batik miliknya menekankan aspek kualitas, dia pun sangat menghargai proses produksi batik. Salah satu peninggalannya di bidang budaya yaitu pembuatan mushaf Al-Qur’an dengan metode batik tulis yang kini sedang dikerjakan oleh Yayasan Seratan Al-Qur’an bentukannya.
Sebagai seorang pengusaha batik, “Batik Puspa Kencana” merupakan usaha keluarganya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Haji Sulaiman sendiri merupakan generasi kelima setelah bermula dari Kiai Haji Tohir kemudian diteruskan pada Kiai Haji Arkom, Kiai Haji Umar hingga sampai ke Ayah Haji Sulaiman, yakni Kiai Haji Badrie.[IZ]