MA’RIB, (Panjimas.com) – Sebanyak 1.992 warga Yaman telah terbunuh akibat wabah kolera sejak akhir April, menuurt Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Sabtu (29/07).
Dalam sebuah pernyataan, World Health Organization (WHO) mengatakan 419.804 kasus kolera telah tercatat di Yaman, sejak 27 April.
Badan Kesehatan PBB tersebut mengatakan jumlah kematian tertinggi terdapat di Provinsi Hajjah bagian Barat Laut dan Provinsi Hudaida di Yaman Barat.
Komite Internasional Palang Merah, International Committee of the Red Cross (ICRC) memperkirakan jumlah kasus kolera di Yaman akan meningkat dua kali lipat pada akhir tahun ini, sehingga kemungkinan akan menjangkiti lebih dari 600.000 penduduk Yaman.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika milisi Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi interansional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai.
Menurut ICRC, lebih dari 3 juta penduduk terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka sejak awal mula konflik Yaman, dan lebih dari 20 juta penduduk di seluruh negeri membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]