SANA’A, (Panjimas.com) – Arab Saudi pada hari Rabu (26/07) mengumumkan kematian salah satu tentaranya dalam pertempuran dengan pemberontak Syiah Houthi di dekat perbatasan selatan Saudi dengan Yaman.
“Tentara yang tewas itu termasuk pasukan darat, saat dia terbunuh di perbatasan Selatan Jazan, yang mana pasukan Saudi telah menghadapi pertempuran dengan Houthi selama lebih dari 2 tahun disana,” menurut Saudi Press Agency (SPA).
Pangeran Mohammed bin Nasser bin Abdulaziz, Wakil Gubernur Jazan, menyampaikan ucapan belasungkawa pemimpin Saudi kepada keluarga tentara yang terbunuh tersebut, imbuhnya.
SPA, namun, tidak menyebutkan tanggal dan bagaimana keadaan kematian prajuri Saudi tersebut.
Pengumuman kematian hari Rabu (26/07) tersebut menambah total korban tewas tentara Saudi di perbatasan Yaman menjadi 39 jiwa sejak 10 Mei, demikian menurut laporan Anadolu, berdasarkan sumber resmi Saudi.
Daerah perbatasan antara Yaman dan Kerajaan Saudi baru-baru ini mengalami peningkatan intensitas dan jumlah pertempuaran.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika milisi Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi interansional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai. Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]