JAKARTA (Panjimas.com) – Pada saat sidang perdana gugatan uji materi perppu ormas pada hari Rabu (26/7/2017) di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menanyakan kepada majelis hakim tentang unsur kegentingan yang memaksa yang melatarbelakangi lahirnya Perpu.
“Kalau unsur lahirnya Perppu ini karena adanya kegentingan yang memaksa, kami mempertanyakan soal alasan ini kepada majelis hakim yang terhormat,” ujar Yusril.
Masih menurut Yusril alasan tersebut sangatlah tidak relevan dan terkesan dibuat buat untuk menutupi kepentingan politis atau yang lainnya. Sebab menurutnya sejak diputuskannya Perppu tersebut sampai kemudian HTI dibubarkan itu jaraknya 10 hari lamanya.
“Kalau unsur kegentingan yang memaksa itu sampai 10 hari lamanya, maka dengan waktu selama itu bisa saja kemudian HTI memberontak dan mengganti pancasila di negara ini. Maka kami memohon majelis hakim memberikan penjelasan kegentingan yang memaksa. Serta mengabulkan permohonan untuk membatalkan seluruh isi Perppu atau setidak tidaknya norma norma dalam dalam Perppu tersebut dihapuskan seperti dipidanakannya anggota atau orang orang yang terlibat di organisasi itu,” kata Yusril.
Seperti yang sudah diketahui, pemerintah melalui Presiden sudah menandatangani Perppu itu pada tanggal 10 Juli 2017, sedangkan status badan hukum dari HTI baru dibubarkan oleh Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) pada tanggal 19 Juli 2017. Jadi ada rentang waktu 10 hari dari Perppu itu disahkan sampai organisasinya resmi dibubarkan. Hal itu yang dipertanyakan Yusril dalam sidang perdana di Mahkamah Konstitusi itu.
Selain menghadirkan Yusril sebagai kuasa hukum pemohon HTI, di sidang gugatan Perppu itu juga menghadirkan pemohon atas nama Afriady Putra yang menyampaikan asas Contrarius Actus tidak dapat diterapkan untuk pembubaran suatu ormas karena pemerintah menggunakan sistem dua arah. Pertama pengangkatan pegawai dan kedua tidak melibatkan pihak ketiga.
Menurut Afriady, Perppu ini suatu kemunduran karena sanksi pencabutan badan hukum tidak dilakukan setelah ada keputusan kuat dari pengadilan.
‘Untuk itulah, kami memohon kepada Majelis Hakim di MK untuk memeriksa sisi formil dan materil Perppu No2/2017 yang mengundang perdebatan publik ini,” tandasnya. [ES]