ISTANBUL, (Panjimas.com) – Turki mendesak Israel mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketegangan yang meletus sejak dua pekan lalu itu, setelah Masjid Al-Aqsa ditutup oleh pasukan zionis Israel, demikian pernyataan Wakil Perdana Menteri Bekir Bozdag, Senin (24/07).
Pernyataannya itu disampaikan di ibukota Ankara setelah dia ditunjuk Wakil Perdana Menteri sekaligus sebagai juru bicara pemerintah Turki.
Bozdag menuntut pemerintah Israel untuk menghormati kesucian dan nilai bersejarah Masjid Al-Aqsa, dikutip dari AA.
Empat warga Palestina syahid dalam bentrokan dengan pasukan keamanan sejak Jumat (21/07) dan tiga warga Israel tewas di rumah mereka di sebuah pemukiman di Tepi Barat.
Pada hari Rabu (19/07), Tentara Israel melukai sembilan warga Palestina dan menangkap empat lainnya selama aksi demonstrasi di Tepi Barat yang menentang penutupan tersebut.
Sejak hari Ahad (16/07), Gelombang aksi Protes dimulai setelah pimpinan Masjid Al-Aqsa menyerukan umat Islam untuk memboikot kebijakan detektor logam baru yang dipasang di pintu masuk Masjid setelah baku tembak mematikan pekan lalu.
Antara suara-suara dzikir, lantunan ayat suci Al-Quran, gema takbir, sekaligus nyanyian protes dan suara letupan granat asap, menjadi latar suara gerakan aksi protes warga Palestina yang terorganisir.
Aksi-aksi protes mulai bermunculan di sekeliling wilayah Masjid Al-Aqsa di Yerusalem ketika orang-orang yang terus berdatangan kemudian berkumpul di luar kompleks “Al-Haram Al-Sharif” itu.
Tindakan keamanan baru ini telah menyebabkan gelombang kemarahan di kalangan warga Palestina, yang meminta segera dihapuskannya kebijakan detektor logam
Israel berdalih membela langkah kontroversial tersebut, mengklaim bahwa hal itu tidak berbeda dengan tindakan pengamanan di tempat-tempat suci lainnya di seluruh dunia. Masjid Al-Aqsa adalah situs paling suci ketiga bagi umat Islam setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi Madinah.
Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Timur Tengah tahun 1967. Israel kemudian mencaplok kota Yerusalem pada tahun 1980, mengklaim bahwa seluruh Yerusalem sebagai ibukota “abadi” negara Yahudi, namun langkah itu tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.[IZ]