JAKARTA (Panjimas.com) – Presiden Jokowi diharapkan menegur keras Kapolri dan Mentan dalam kasus beras. Hal itu dikatakan Anggota Dewan Kehormatan PAN, Dr.Dradjad Wibowo, dalam keterangan persnya, Rabu (25/7).
“Saya tidak kenal pemilik dan pengurus PT IBU. Tapi setelah mempelajari apa yang mereka lakukan, saya harus katakan bahwa, bisnis mereka itu merupakan sebuah inovasi tata niaga pertanian yang brilian,” kata Dradjad yang alumnus IPB.
Dikatakan Dradjad, mereka yang belajar ekonomi pertanian atau agribisnis paham sekali. Tata niaga pertanian sering menjadi salah satu titik paling lemah dalam pembangunan pertanian. Bahkan, sering memberi kontribusi negatif terhadap kesejahteraan petani.
“Sering kali petani harus membayar input tani yang terlalu mahal dan atau menerima harga jual hasil tani yang terlalu murah. Akibatnya, rumus taninya — atau bahasa statistiknya Indeks Nilai Tukar Petani — cenderung jelek bagi petani,” ungkap Dradjad.
Menurut Dradjad, banyak penyebabnya, antara lain krn rantai tata niaga yang terlalu panjang, pemain tata niaga yang eksploitatif terhadap petani, dan sebagainya.
“IBU memang bukan penolong petani yang tanpa kepentingan. Mereka hanya perusahaan hilir beras yang mencari keuntungan. Tapi, mereka melakukannya dengan sebuah inovasi tata niaga. Hasilnya, mereka sanggup membeli dengan harga yang lebih mahal dari petani. Dan yang lebih saya kagumi, mereka sanggup menjual dengan harga yang lebih mahal kepada konsumen.”
Artinya, lanjut Dradjad, mereka mampu menciptakan permintaan, dan sekaligus marjin yang cukup besar sebagai imbalan bagi inovasinya. Petani juga diuntungkan, meskipun ia yakin IBU lebih diuntungkan dibanding petani.
“Perusahaan inovator seperti ini seharusnya diberi penghargaan. Kalaupun berbuat salah, cukup diberi pembinaan. Bukan malah dihukum, dengan tuduhan-tuduhan yang membuat alumnus pertanian seperti saya bertanya-tanya, pak Mentan dan pak Kapolri ini paham pertanian tidak ya? Bapak Presiden yang terhormat, kisruh beras ini membuat pemerintahan Bapak jadi terlihat anti petani dan anti perusahaan pertanian,” ujar Dradjad kecewa. (desastian)