JAKARTA, (Panjimas.com) – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani menilai Perppu Ormas yang dikeluarkan pemerintah merupakan sebuah langkah mundur ke zaman orde baru.
“Pembubaran ormas yang terdapat dalam Perppu Ormas No.2 Tahun 2017 sama dengan UU No.8 Tahun 1985 era Orde Baru,” katanya saat memberikan keterangan rilis di Kantor KontraS, Jalan Kramat, Jakarta Pusat, Senin (24/07).
Dia menjelaskan, UU No. 8 Tahun 1985 saat itu ditolak masyarakat karena menimbulkan kesewenang-wenangan pemerintah dan menjadi alat ampuh bagi rezim yang otoriter.
“Pembubaran ormas oleh pemerintah mengabaikan setidaknya prinsip due process of law dan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Hal ini akan menimbulkan tindakan sewenang-wenang oleh pemerintah. Padahal, di dalam UU Yayasan, UU Perseroan Terbatas, dan UU Partai Politik, pembubaran Yayasan dan PT melalui peradilan sedangkan pembubaran partai politik melalui Mahkamah Konstitusi dan dilakukan sejak awal melalui mekanisme peradilan,” ujarnya.
Menurutnya, proses dan mekanisme hukum pembubaran harusnya dilakukan sejak awal proses hukum dan dilakukan oleh lembaga yudikatif dan bukan disediakan ketika sudah dibubarkan, karena hal ini terkait dengan prinsip due process of law dan asas presumption of innocence. [TM]