JAKARTA (Panjimas.com) – Akhirya aktivitas bisnis PT First Anugerah Karya Wisata atau yang lebih dikenal First Travel dibekukan oleh pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Data per 06 Juni 2017, YLKI telah menerima 6.678 pengaduan jemaah umroh, dan 3.825 pengaduan diantaranya adalah calon jemaah First Travel (pengaduan tertinggi).
Selain First Travel, biro umroh yang banyak diadukan konsumen ke YLKI adalah PT Ustmaniyah Hannien Tour (1.821 pengaduan), PT Kafilah Rindu Ka’bah (954 pengaduan), PT Komunitas Jalan Lurus (122 pengaduan), PT Basmallah Tour and Travel (33 pengaduan) dan PT Mila Tour Group sebanyak 24 pengaduan.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, pembekuan First Travel oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut harus menjadi pelajaran bagi seluruh perusahaan travel yang beroperasi di Indonesia.
“Saya pikir ini harus menjadi aturan dan pelajaran kita semua, semua (perusahaan) travel harus menangkap pelajaran dari (kejadian) ini,” tegas Lukman.
Lukman pun mengaku dirinya khawatir jika First Travel tidak dibekukan, maka calon jemaah yang menjadi korban akan
semakin banyak. “Tapi bagaimanapun juga, kalau (First Travel) nggak dibubarkan, ini akan semakin banyak korbannya,” kata Lukman.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) telah mengumumkan pembekuan terhadap bisnis investasi yang dijalankan First Travel, pada Jumat, 21 Juli 2017.
Satgas tersebut membekukan kegiatan penghimpunan dana dan pengelolaan investasi tanpa izin yang selama ini dilakukan oleh First Travel. Perusahaan Travel tersebut menjadi satu dari sebelas entitas yang dibekukan oleh Satgas Waspada Investasi dibawah koordinasi OJK
“Kita memuji upaya Pemerintah dalam memberi perlindungan kepada masyarakat dari perusahaan travel nakal,” kata pengamat haji dan umrah, Muhammad Hidir Andi Saka, seperti dilansir Republika.co.id, Selasa (25/7).
Dia mengigatkan masyarakat Indonesia bisa memetik pembelajaran dari kasus First Travel. Menurutnya, jika perusahaan itu bisa ditindak sejak pertama kali berdiri, tentu tidak akan merugikan banyak pihak.
“Mengapa perusahaan ini dibiarkan berkembang sehingga ibarat bom waktu, sudah meledak dan menelan korban jiwa,” kata Hidir yang merupakan pemilik qashwatours.co.id ini.
Menurutnya, skema bisnis FT tidak umum bagi sebuah perusahaan umrah, karena menetapkan biaya yang sangat spekulatif. Hal itu terbukti dengan banyaknya calon jamaah umrah yang tidak berangkat dan kemudian hal ini merugikan banyak pihak.
“Seharusnya, sejak 2013 sudah mulai diawasi keberadaan FT karena skema bisnisnya di luar kewajaran perusahaan travel,” kata dia.
Lebih lanjut, Haidir meminta masyarakat berhati-hati terhadap modus serupa. Tahun lalu, Kementerian Agama telah meluncurkan aplikasi online pengawasan perusahaan travel. Aplikasi itu memudahkan masyarakat untuk mengetahui legalitas dan izin usaha sebuah perusahaan travel.
“Saya menilai semakin ke mari, Pemerintah semakin serius memberikan perlindungan dan pelayanan haji dan umrah berkualitas kepada masyarakat,” jelas Hidir. (desastian)