AMMAN, (Panjimas.com) – Dua warga Yordania tewas dalam penembakan di Kedutaan Israel di Amman pada hari Ahad malam (23/07), menurut pejabat Yordania dan Israel, dilansir dari Anadolu.
Kedua korban tewas merupakan warga negara Yordania. Sedangkan satu warga Israel luka-luka dalam penembakan ini.
Seorang petugas keamanan Israel melepaskan tembakan setelah seorang pekerja Yordania menusuknya, kata seorang pejabat keamanan setempat.
Polisi Yordania menutup tempat kejadian dan memblokir akses ke daerah tersebut.
Reuters melaporkan Senin (24/07), bahwa dua warga Yordania yang tewas dalam penembakan Ahasd (23/07) tersebut merupakan pegawai sebuah perusahaan mebel setempat.
Keduanya disebut sedang masuk ke dalam kompleks kedutaan untuk melakukan perbaikan mebel, sesaat sebelum penembakan terjadi. Identitas kedua korban tewas tidak dirilis ke publik. Satu warga Israel yang menjadi korban luka juga tidak dirilis identitasnya.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Senin (24/07), Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan seorang petugas keamanan Kedutaan telah menewaskan seorang pekerja Yordania yang mengganti perabotan di Kedutaan Israel setelah pekerja tersebut menyerangnya dari belakang dengan obeng.
Gedung Kedubes Israel yang terletak di distrik Rabae, ibu kota Amman ini, dijaga ketat oleh personel kepolisian Yordania. Gedung yang mirip seperti benteng itu, telah sejak lama menjadi lokasi digelarnya aksi protes anti-Israel dalam beberapa waktu terakhir. Penembakan di dekat Kedubes Israel di Amman ini terjadi saat ketegangan makin meningkat di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Otoritas Yordania mengkonfirmasi dua korban tewas di kompleks yang dijaga ketat di lingkungan Rabiyeh di Amman.
Israel menolak mengizinkan pihak berwenang Yordania untuk menanyai petugas Kedutaan karena dia memiliki kekebalan dari penyelidikan berdasarkan peraturan diplomatik. Namun, Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pejabat setempat.
Pemasangan alat detektor logam itu memicu ketegangan baru antara Israel dan Palestina. Presiden Palestina Mahmud Abbas membekukan seluruh komunikasi dengan Israel menyusul pemasangan alat deteksi logam itu.
Otoritas Yordania menyerukan agar Israel memindahkan alat detektor logam tersebut.
Ribuan warga Yordania memprotes langkah Israel itu dalam aksi massa, beberapa waktu lalu. Israel tetap bersikeras tidak akan memindahkan alat detektor logam dari kompleks Masjid Al-Aqsa.
Wakaf Muslim Yordania menjadi penjaga tempat suci Haram al-Sharif, atau yang oleh penganut Yahudi disebut sebagai Temple Mount, yang menjadi lokasi Masjid Al-Aqsa sejak tahun 1924. Lokasi itu menjadi tempat suci bagi tiga agama, yakni Islam, Yahudi dan Kristen.
Empat warga Palestina syahid dalam bentrokan dengan pasukan keamanan sejak Jumat (21/07) dan tiga warga Israel tewas di rumah mereka di sebuah pemukiman di Tepi Barat.
Pada hari Rabu (19/07), Tentara Israel melukai sembilan warga Palestina dan menangkap empat lainnya selama aksi demonstrasi di Tepi Barat yang menentang penutupan tersebut.
Sejak hari Ahad (16/07), Gelombang aksi Protes dimulai setelah pimpinan Masjid Al-Aqsa menyerukan umat Islam untuk memboikot kebijakan detektor logam baru yang dipasang di pintu masuk Masjid setelah baku tembak mematikan pekan lalu.
Aksi-aksi protes mulai bermunculan di sekeliling wilayah Masjid Al-Aqsa di Yerusalem ketika orang-orang yang terus berdatangan kemudian berkumpul di luar kompleks “Al-Haram Al-Sharif” itu.
Tindakan keamanan baru ini telah menyebabkan gelombang kemarahan di kalangan warga Palestina, yang meminta segera dihapuskannya kebijakan detektor logam
Israel berdalih membela langkah kontroversial tersebut, mengklaim bahwa hal itu tidak berbeda dengan tindakan pengamanan di tempat-tempat suci lainnya di seluruh dunia. Masjid Al-Aqsa adalah situs paling suci ketiga bagi umat Islam setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi Madinah.
Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Timur Tengah tahun 1967. Israel kemudian mencaplok kota Yerusalem pada tahun 1980, mengklaim bahwa seluruh Yerusalem sebagai ibukota “abadi” negara Yahudi, namun langkah itu tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.[IZ]