YOGYAKARTA (Panjimas.com) – Video efek Flakka ini sebelumnya sempat viral di sosial media, karena membuat penggunanya berprilaku agresif seperti zombie atau mayat hidup.
Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso atau Buwas menyatakan narkoba jenis baru, Flakka ternyata peredarannya sudah masuk Indonesia.
“Kemarin laboratorium kami mengecek sebuah paket sitaan narkoba dan ternyata itu Flakka. Memang sudah masuk Indonesia,” ujar Buwas di sela menghadiri acara pelantikan kader anti narkoba di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Jumat 21 Juli 2017.
Buwas belum menyebutkan detil kapan dan di mana tepatnya temuan Flakka itu.”Saat ini kami sedang gandeng Kementerian Kesehatan untuk tindaklanjut temuan Flakka itu sambil mempersiapkan langkah hukum sesuai bagi pengguna dan pengedarnya,” ujar Buwas.
Buwas menuturkan, masuknya Flakka gagal terdeteksi karena berbagai faktor. Luasnya pintu masuk Indonesia yanh berkarakteristik negara kepulauan ikut diduga kuat sebagai penyebab utama lemahnya pengawasan menyeluruh.”Khusus Flakka ini peredarannya belum kami ketahui, namun hasil sitaan terbaru kami juga isinya Flakka,” ujar Buwas.
Buwas menuturkan,masukknya Flakka ini makin mempersuram kasus peredaran narkoba di Indonesia. Meski baru-baru ini BNN menggagalkan peredaran narkoba jenis Sabu yang dikirim dari Cina. Pasalnya, yang lolos terhitung lebih banyak.”Sebelum puasa kami kecolongan karena lima ton sabu sudah berhasil masuk dan diedarkan di Indonesia,” ujar Buwas.
Buwas menuturkan, data yang diterima pihaknya dari pemerintah Cina, sabu yang diproduksi di Cina dan dikirim ke Indonesia pada tahun 2016 mencapai 250 ton. Sedangkan untuk bahan pembuat narkoba dan obat obatan dari Cina yang dimasukkan Indonesia total ya ada 1097,6 ton.
“Tadinya kami sempat bangga karena BNN bisa menggagalkan 3,6 ton sabu, setelah melihat data sebenarnya dari kementerian dan kepolisian Cina kami prihatin sekali,” ujar Buwas.
Itu baru Cina saja. Padahal, ujar Buwas ada sedikitnya 10 negara lain ikut mengirim narkoba ke Indonesia. “Narkoba jadi bukan lagi sekedar alat untuk bisnis, tapi sengaja untjk hancurkan generasi,” ujarnya.
Sekilas Flakka
Ketua Umum DPP Granat (Gerakan Nasional Anti Narkotika) Henry Yosodiningrat pernah mengatakan, flakka memiliki zat aktif berupa fentanyl derifat. Zat ini memiliki potensi 10.000 kali lebih kuat dibanding morfin. Selain itu, flakka juga mengandung senyawa kimia berupa MDPV (Methylenedioxypyrovalerone).
“Flakka juga memiliki potensi 100 kali lebih kuat daripada heroin. Ini adalah jenis narkoba baru yang sangat berbahaya,” ujar Henry.
Henry mengatakan, sebelumnya flakka digunakan sebagai obat-obatan. Hingga akhirnya ditemukan senyawa kimia berbahaya yang menyebabkan penggunanya berada dalam fase ilusi akut. Senyawa tersebut merangsang bagian otak yang mengatur hormon dopamin, serotonin dan mood.
Dalam sejumlah kasus, pengguna flakka merasa lebih kuat, percaya diri bahkan sampai-sampai ada yang menjadi gila. Seperti yang terjadi di Florida Selatan, Amerika Serikat, seorang pria merusak pintu kantor polisi saat dirinya masih dalam pengaruh Flakka.
Ada juga seorang gadis yang berlari di jalanan umum sambil berteriak bahwa dia adalah setan. Efek-efek tersebut yang dilihat orang seperti zombie. “Awalnya flakka diproduksi sebagai obat sintetis pada 2012. Obat ini kemudian dilarang penggunaanya karena para dokter menemukan zat yang sangat berbahaya pada obat ini. Para dokter kemudian meningkatkan level yang sebelumnya terkategori obat sintetis menjadi narkoba paling berbahaya. Senyawa pada flakka meninggalkan efek yang lebih tahan lama,” jelas Henry.
“Efek seperti sakau yang ditimbulkan flakka hanya berlangsung beberapa jam. Namun dapat terjadi secara permanen pada otak. Bahkan tidak hanya tinggal di otak, obat ini juga dapat menghancurkan otak karena akan berkeliaran lebih lama dari kokain,” imbuhnya.
Di Indonesia, zat yang terkandung dalam flakka saat ini tengah diteliti oleh BNN, Labfor Polri, BP POM, UI dan ITB. Kemudian pada 15-16 Mei 2017 lalu, zat pada flakka juga telah diajuka ke Kementerian Kesehatan dan dimasukkan sebagai Golongan I dalam lampiran UU Narkotika. (desastian)