SOLO, (Panjimas.com) – Buntut pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 berdampak nyata pada upaya-upaya kriminalisasi Anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang begitu masif.
Berangkat dari banyaknya keresahan dan kegelisahan itu, Posko Korban Perppu No 2 Tahun 2017 harus segera didirikan.
Sekretaris Jenderal Islamic Studies and Action Centre (ISAC) mengungkapkan pemerintah kota Solo telah mengeluarkan pernyataan terbuka di media massa bahwa pihaknya sedang ‘membidik’ pegawai negeri sipil (PNS) yang berafiliasi pada HTI.
Upaya penyelidikan mengenai PNS yang pernah berafisliasi dengan HTI dilakukan dengan mengoptimalkan komunitas intelejen daerah (Kominda) kota Solo.
“Solo (pemkot) sudah mulai bekerjasama dengan intel-intel di Kominda untuk melakukan pemantauan pada PNS yang pernah menjadi anggota Hizbu Tahrir,” pungkas Endro Sudarsono saat ditemui panjimas, Jum’at (21/7/2017)
Endro berpandangan, langkah pemerintah kota Solo itu justru kotra produktif. Bahkan pernyataan pemkot Solo tersebut layaknya teror bagi PNS yang pernah menjadi aktivis HTI.
“Tentu PNS yang pernah menjadi aktivis HTI akan terteror, tentu akan mempengaruhi kinerjanya karena diliputi ketakutan,” tandasnya.
Selain itu Endro juga menuturkan, aksi tolak Perppu no. 2 tahun 2017 di Semarang telah dilarang. Jikalau elemen masyarakat Semarang nekat menggelar aksi protes Perppu akan dibubarkan. Oleh karena itu, Sekjen ISAC tersebut menilai perlu adanya gerakan advokasi se-nusantara dalam bentuk posko advokasi korban Perppu.
“Fenomena di Solo dan Semarang ini harusnya menjadi perhatian bahwa advokasi hukum harus dilakukan pada para korban. Oleh karena itu, elemen muslim se- nusantara harus menyiapkan langkah langkah advokasi bagi korban Perppu no. 2 tahun 2017 dan membentuk posko pengaduan dan advokasi korban Perppu,” ujarnya.[IZ]