ANKARA (Panjimas.com) — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Kamis (20/07) lalu menghubungi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas melalui sambungan telepon, menurut kantor kepresidenan Turki
Erdogan membahas meningkatnya ketegangan di Yerusalem dan Israel, menyusul pembatasan Israel baru-baru ini terhadap Masjid Al-Aqsa.
kepada Abbas, Erdogan menyatakan keprihatinan mendalamnya atas penderitaan rakyat Palestina.
“Setiap pembatasan terhadap umat Islam yang memasuki Masjid Al-Aqsa tidak dapat diterima,” pungkas Erdogan, dikutip dari Anadolu.
“Perlindungan karakter dan kesucian Islam di Al-Quds [Yerusalem] dan Al-Haram al-Sharif [Kompleks Masjid Al-Aqsa] penting bagi seluruh dunia Muslim”, tegasnya
Pihak berwenang Israel menutup kompleks Al-Aqsa dan membatalkan ibadah sholat Jum’at untuk pertama kalinya dalam hampir 50 tahun, menyusul baku tembak mematikan pekan lalu yang menyebabkan tiga warga Palestina dan dua polisi Israel tewas di kompleks Al-Aqsa di Yerusalem Timur.
Pihak berwenang Israel mengkhawatirkan rentetan demonstrasi lanjutan yang dapat memicu situasi yang lebih buruk. Saat ini, 3.000 anggota pasukan keamanan dikerahkan untuk langkah antisipasi.
Kantor berita Palestina WAFA mengatakan bahwa selama panggilan telepon tersebut, Abbas meminta Erdogan dan pemerintah AS untuk memberi tekanan pada Israel, sehingga mundur dari kebijakan pembatasannya di Masjid Al-Aqsa.
Erdogan kemudian menghubungi Presiden Israel Reuven Rivlin dan menyatakan penyesalan atas hilangnya nyawa selama insiden tersebut, demikian menurut sumber kantor kepresidenan Turki.
Erdogan mengatakan kepada Rivlin bahwa umat Islam harus dapat memasuki Al-Aqsa tanpa batasan, dalam kerangka kebebasan beragama dan beribadah.
Rivlin mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk tujuan keamanan dan meyakinkan Erdogan bahwa tidak akan ada perubahan status quo al-Haram al-Sharif. Rivlin mengklaim kebebasan beragama tidak akan dibatasi.
Pada hari Rabu (19/07), Tentara Israel melukai sembilan warga Palestina dan menangkap empat lainnya selama aksi demonstrasi di Tepi Barat yang menentang penutupan tersebut.
Sejak hari Ahad (16/07), Gelombang aksi Protes dimulai setelah pimpinan Masjid Al-Aqsa menyerukan umat Islam untuk memboikot kebijakan detektor logam baru yang dipasang di pintu masuk Masjid setelah baku tembak mematikan pekan lalu.
Antara suara-suara dzikir, lantunan ayat suci Al-Quran, gema takbir, sekaligus nyanyian protes dan suara letupan granat asap, menjadi latar suara gerakan aksi protes warga Palestina yang terorganisir.
Aksi-aksi protes mulai bermunculan di sekeliling wilayah Masjid Al-Aqsa di Yerusalem ketika orang-orang yang terus berdatangan kemudian berkumpul di luar kompleks “Al-Haram Al-Sharif” itu.
Tindakan keamanan baru ini telah menyebabkan gelombang kemarahan di kalangan warga Palestina, yang meminta segera dihapuskannya kebijakan detektor logam
Israel berdalih membela langkah kontroversial tersebut, mengklaim bahwa hal itu tidak berbeda dengan tindakan pengamanan di tempat-tempat suci lainnya di seluruh dunia. Masjid Al-Aqsa adalah situs paling suci ketiga bagi umat Islam setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi Madinah.
Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Timur Tengah tahun 1967. Israel kemudian mencaplok kota Yerusalem pada tahun 1980, mengklaim bahwa seluruh Yerusalem sebagai ibukota “abadi” negara Yahudi, namun langkah itu tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.[IZ]