JOHANNESBURG (Panjimas.com) — Para Pemimpin Muslim Afrika Selatan dan berbagai kelompok hak-hak sipil mengecam keras kebijakan Israel yang membatasi akses umat Islam terhadap Masjid Al-Aqsa.
Moulana Ebrahim Bham, Sekretaris Jenderal Dewan Ulama Muslim “Jamiatul Ulama” mengatakan bahwa pembatasan tersebut merupakan hukuman kolektif terhadap warga Palestina dan sebuah ketidakpedulian terhadap konvensi yang diakui secara internasional, Kamis (20/07), saat berbicara dengan Anadolu.
Pada hari Rabu (19/07), Tentara Israel melukai sembilan warga Palestina dan menangkap empat lainnya selama aksi demonstrasi di Tepi Barat yang menentang penutupan tersebut.
Pihak berwenang Israel menutup kompleks Al-Aqsa dan membatalkan ibadah sholat Jum’at untuk pertama kalinya dalam hampir 50 tahun, menyusul baku tembak mematikan pekan lalu yang menyebabkan tiga warga Palestina dan dua polisi Israel tewas di kompleks Al-Aqsa di Yerusalem Timur.
Pihak berwenang Israel mengkhawatirkan rentetan demonstrasi lanjutan yang dapat memicu situasi yang lebih buruk. Saat ini, 3.000 anggota pasukan keamanan dikerahkan untuk langkah antisipasi.
Juru Bicara Micky Rosenfeld mengatakan bahwa 3.000 anggota pasukan keamanan telah dikerahkan ke daerah tersebut.
Sejak hari Ahad (16/07), Gelombang aksi Protes dimulai setelah pimpinan Masjid Al-Aqsa menyerukan umat Islam untuk memboikot kebijakan detektor logam baru yang dipasang di pintu masuk Masjid setelah baku tembak mematikan pekan lalu.
Antara suara-suara dzikir, lantunan ayat suci Al-Quran, gema takbir, sekaligus nyanyian protes dan suara letupan granat asap, menjadi latar suara gerakan aksi protes warga Palestina yang terorganisir.
Aksi-aksi protes mulai bermunculan di sekeliling wilayah Masjid Al-Aqsa di Yerusalem ketika orang-orang yang terus berdatangan kemudian berkumpul di luar kompleks “Al-Haram Al-Sharif” itu.
Tindakan keamanan baru ini telah menyebabkan gelombang kemarahan di kalangan warga Palestina, yang meminta segera dihapuskannya kebijakan detektor logam
Israel berdalih membela langkah kontroversial tersebut, mengklaim bahwa hal itu tidak berbeda dengan tindakan pengamanan di tempat-tempat suci lainnya di seluruh dunia. Masjid Al-Aqsa adalah situs paling suci ketiga bagi umat Islam setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi Madinah.
Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Timur Tengah tahun 1967. Israel kemudian mencaplok kota Yerusalem pada tahun 1980, mengklaim bahwa seluruh Yerusalem sebagai ibukota “abadi” negara Yahudi, namun langkah itu tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.[IZ]