JAKARTA (Panjimas.com) – Sanksi administratif pencabutan status badan hukum disertai dengan pembubaran berdasarkan pasal-pasal Perpu di atas sudah dijatuhkan oleh Menkumham kepada HTI.
“Saya belum tahu apakah sanksi pidana akan dijatuhkan atau tidak. Seandainya dijatuhkan, maka sanksi pidana bagi setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan dan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila, menurut Pasal 59 ayat (4) Perpu “dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 82A ayat (2),” kata Pakar Tata Negara Yusril Ihza Mahendra dalam keterangan persnya, Kamis (20/7).
Dalam acara ILC kemarin malam Prof Dr Romli Atmasasmita mengatakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82A ayat (2) di atas hanya dijatuhkan kepada pimpinan ormas atau mereka yang menjadi aktor intelektual, mengembangkan dan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila saja, bukan kepada semua pimpinan dan anggota ormas yang dibubarkan.
Namun kalau kita baca bunyi rumusan norma Pasal 82A ayat (2), kata-katanya berbunyi “Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf a dan b, dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Dengan membaca rumusan pasal 82A ayat (2) Perpu, jelaslah bahwa terhadap pengurus dan anggota ormas “anti Pancasila” bisa dipidana, tidak terbatas hanya kepada aktor intelektualnya saja.
“Ini jelas merupakan sanksi pidana yang tidak pernah ada di zaman penjajahan Belanda, zaman Orde Lama dan Orde Baru. Bayangkan kalau ada 1 juta anggota ormas, begitu dikenakan sanksi pidana, semuanya bisa dipenjara sampai seumur hidup,” kata Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra dalam keterangan persnya, Kamis (20/7).
HTI kemarin telah mendaftarkan permohonan uji materil atas Perpu No. 2 Tahun 2017 ini ke Mahkamah Konstitusi. Namun karena hari ini HTI telah resmi dicabut status badan hukumnya dan dibubarkan, maka tentu HTI bukan lagi subyek yang menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 jo UU No 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi dan perubahannya dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke mahkamah itu.
“Kami kini sedang memikirkan langkah terbaik untuk mengatasi masalah ini. Kami juga sedang menyiapkan langkah untuk menggugat pencabutan status badan hukum dan pembubaran HTI ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara.”
Yusril sadar posisinya lemah untuk membela HTI, karena berhadapan dengan Pemerintah yang menggunakan Perpu No 2 Tahun 2017 dalam membubarkan HTI ini. “Namun kami tidak boleh menyerah untuk menegakkan hukum dan keadilan, betapapun perjuangan itu berat, panjang dan berliku. Kezaliman jangan dibiarkan. Kediktatoran jangan diberi tempat di negeri tercinta ini.” (desastian)