KABUL (Panjimas.com) — Dari lebih dari 1.500 kematian warga sipil yang terdokumentasi di Afghanistan dalam enam bulan pertama tahun 2017, PBB telah menghubungkan 327 kematian – atau hampir seperlima (1/5) – ke pasukan pro-pemerintah.
Dalam laporan pertengahan tahun terakhir yang dikeluarkan pada hari Senin (17/07), Misi Bantuan PBB di Afghanistan,UN Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA) mengkonfirmasi total 1.662 kematian warga sipil antara tanggal 1 Januari hingga 30 Juni, kebanyakan akibat serangan mematikan pada akhir Mei. Jumlah total korban jiwa ini meningkat sebanyak 2 Persen dibanding periode yang sama tahun 2016 lalu.
Sebanyak 174 perempuan dipastikan tewas dan 462 luka-luka, jumlah ini meningkat secara keseluruhan sebesar 23 persen dari periode yang sama tahun 2016 lalu. PBB juga mendokumentasikan 436 kematian anak dan 1.141 anak-anak menderita luka-luka.
UN Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA) mengatakan penggunaan bom pinggir jalan berdaya ledak tinggi atau operasi darat dan udara di daerah berpenduduk sipil secara substansial berkontribusi terhadap meningkatnya korban perempuan dan anak-anak.
Mohammad Arif, seorang mantan perwira Angkatan Darat Afghanistan, saat berbicara kepada Anadolu, mengatakan bahwa dengan adanya lonjakan nyata dalam keterlibatan di dekat pusat-pusat perkotaan yang padat penduduknya, pasukan pemerintah perlu menghindari penggunaan senjata berat di mana ada risiko korban sipil.
“Militan sering menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia, namun hal ini malah jatuh ke dalam perangkap mereka dan menggunakan senjata berat di daerah berpenduduk yang hanya akan menyebabkan korban sipil dan malah memicu kebencian [lebih besar],” pungkasnya.
Pasukan anti-pemerintah menyebabkan kematian 1.141 warga sipil dan melukai 2.348 korban lainnya, jumlah ini naik 12 persen dibandingkan dengan enam bulan pertama tahun 2016 lalu.
Kematian dan korban luka-luka ini mewakili 67 persen dari total korban sipil, dengan 43 persen dikaitkan dengan Taliban, 5 persen ke Islamic State (IS) di Provinsi Khurasan, dan sisanya untuk penyerang tak dikenal.
Sebagian besar korban sipil terbunuh akibat sebuah serangan di ibukota Kabul pada tanggal 31 Mei ketika sebuah bom truk membunuh setidaknya 92 warga sipil dan melukai hampir 500 korban, ini merupakan insiden paling mematikan yang didokumentasikan oleh UNAMA sejak tahun 2001.
“Total korban jiwa akibat perang ini di Afghanistan, yakni hilangnya nyawa, kehancuran dan penderitaan yang luar biasa para korban, dan dampak ini terlalu tinggi,” kata Tadamichi Yamamoto, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal untuk Afghanistan dan Kepala UNAMA.
“Penggunaan terus menerus dari alat peledak tanpa pandang bulu, tidak proporsional, dan ilegal sangat mengerikan dan harus segera berhenti,” tandasnya.
Menurut perhitungan PBB, lebih dari 26.500 warga sipil telah tewas dan hampir 49.000 menderita luka-luka akibat konflik bersenjata di Afghanistan sejak Januari 2009.[IZ]