MANILA, (Panjimas.com) – Presiden Filipina Rodrigo Duterte baru-baru ini menerima rancangan Undang-Undang yang diusulkan Moro Islamic Liberation Front (MILF), Front Pembebasan Islam Moro Senin (17/07), dalam sebuah langkah penting sebagai upaya perantara perdamaian di negara Asia tenggara itu.
Front Pembebasan Islam Moro, Moro Islamic Liberation Front (MILF) mengajukan Undang-Undang Dasar Bangsamoro, “Bangsamoro Basic Law” (BBL) ke kantor Presiden Rodrigo Duterte di ibukota Manila.
“Bangsamoro Basic Law” (BBL) adalah bagian dari kesepakatan damai yang ditandatangani antara pemerintah dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) pada tahun 2014.
Undang-Undang Dasar Bangsamor “BBL” ini mengusulkan sebuah wilayah Bangsamoro yang otonom, menggantikan Daerah Otonomi yang ada di Mindanao Muslim, Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM).
Duterte berkomitmen untuk mendukung RUU usulan MILF ini yang kemudian akan diajukan untuk disahkan oleh anggota Parlemen.
Duterte berjanji untuk membangun otonomi yang lebih besar di wilayah tersebut dalam masa jabatannya.
Irene Santiago, juru runding perdamaian untuk pemerintah, mengatakan, “Orang-orang di Kongres akan memilih atau menentang undang-undang tersebut. Ini benar-benar membuat masyarakat terlibat dalam perdamaian sehingga tidak hanya menjadi kepentingan MILF dan pemerintah.”
Mohagher Iqbal, yang mewakili Moro Islamic Liberation Front (MILF) dalam perundingan tersebut, menyambut baik perundingan perdamaian tersebut dan menyebutnya sebagai “penangkal pecahnya [disintegrasi] Filipina”.
“Jika rakyat Bangsamoro diberi kesempatan untuk memerintah sendiri, mereka akan berhasil di negara ini,” pungkasnya.
Sebuah bentrokan pada Januari 2015 di Mindanao Tengah telah menggagalkan jalannya RUU BBL tersebut, setelah 44 polisi, 17 pejuang pemberontak dan beberapa warga sipil terbunuh.
Undang-undang yang diusulkan MILF tersebut menghadapi tantangan konstitusional seperti kontrol total Bangsamoro terhadap pertanian, pangan, perdagangan, perbankan dan pendidikan, yang oleh para pemimpin oposisi akan mengurangi kewenangan pemerintah Filipina.
Front Pembebasan Islam Moro aktif di Filipina selatan, mereka menuntut daerah otonom, karena masyarakat Moro, didominasi umat Islam.
Huseyin Oruc, anggota Tim Pemantau Pihak Ketiga, memuji langkah Duterte untuk menerapkan undang-undang tersebut.
Tim Pemantau Pihak Ketiga diperkenalkan pada tahun 2012. Tim tersebutr mengawasi kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dan MILF yang ditandatangani pada bulan Maret 2014.
“Langkah ini sangat penting, terutama karena kekhawatiran tentang aktivitas Islamic State (IS) di Filipina muncul, apakah akan menyabotase proses perdamaian atau tidak,” tandas Oruc, yang juga hadir ketika Komisi Transisi Bangsamoro menyerahkan rancangan undang-undang dasar BBL kepada Presiden, saat berbicara dengan Anadolu Ajensi melalui sambungan telepon, Senin (17/07)
MILF dan pemerintahan Duterte yakin RUU “BBL” tersebut akan disahkan oleh Parlemen, ujar Huseyin Oruc.
Ia berharap terbentuknya persatuan antara orang Kristen, Muslim dan penduduk lokal.
“Kami telah menyaksikan sekali lagi bahwa semua masyarakat menuntut perdamaian dengan keadilan dan kehormatan, “ tandasnya.[IZ]