YANGON, (Panjimas.com) – Dalam laporannya yang dirilis baru-baru ini, Program Pangan Dunia, World Food Program (WFP) memperkirakan sekitar 80.500 anak-anak Rohingya di bawah usia 5 tahun (balita), saat ini sangat membutuhkan perawatan untuk malnutrisi akut, kekurangan gizi dalam 12 bulan ke depan.
“Diperkirakan 80.500 anak di bawah usia lima tahun diperkirakan membutuhkan pengobatan untuk kekurangan gizi akut selama dua belas bulan ke depan,” tulis WFP.
Pengumuman laporan penilaian WFP ini terjadi satu hari setelah penyelidik hak asasi manusia PBB memulai kunjungannya selama 12 hari ke Myanmar untuk mengakses situasi hak asasi manusia di negara tersebut.
“Tidak ada anak-anak yang tercakup dalam survei tersebut yang memenuhi diet minimum yang memadai,” kata penilaian WFP tersebut, berdasarkan wawancara dengan 450 keluarga di 45 desa di daerah bagian Utara Rakhine, mengutip laporan Anadolu.
WFP juga menegaskan bahwa tindakan kekerasan militer Myanmar telah menyebabkan lebih dari 220.000 Muslim Rohingya berada di ambang kelaparan di negara bagian Rakhine yang dilanda konflik.
Krisis pangan benar-benar melanda sebagian besar warga Rakhine. Selain itu, WFP juga mencatat bahwa sepertiga dari seluruh rumah tangga di Maungdaw mengalami kekurangan pangan parah. Bahkan, terdapat penghuni rumah tangga disana yang terpaksa tidak makan seharian akibat begitu minimnya cadangan bahan pangan.
Program Pangan Dunia, World Food Program (WFP) mengatakan Senin malam (17/07) bahwa ketersediaan pangan telah memburuk di di bagian Utara negara bagian Rakhine sejak tindakan kekerasan militer dan operasi keamanan dimulai Oktober tahun lalu.
Penilaian WFP menyebutkan hampir sepertiga (1/3) dari populasi di daerah tersebut, di mana sebagian besar adalah Muslim Rohingya dikategorikan darurat pangan dimana ketersediaan makanan sungguh minim, selain itu penduduk di daerah tersebut juga sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, dengan perkiraan 225.800 penduduk menderita kelaparan.
Yanghee Lee, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, tiba di ibu kota negara bagian tersebut, Nay Pyi Taw pada hari Ahad (16/07), dan Ia dijadwalkan mengunjungi daerah rawan konflik di Myanmar selama 12 hari, termasuk negara bagian Rakhine.
Bulan Oktober yang lalu, militer Myanmar melancarkan tindakan kekerasan menyusul pembunuhan sembilan petugas polisi di Distrik Maungdaw dekat perbatasan barat negara itu dengan Bangladesh.
Selama tindakan kekerasan militer tersebut, PBB dan kelompok hak asasi manusia telah mendokumentasikan pelanggaran yang meluas oleh aparat keamanan seperti pembunuhan – termasuk kematian anak-anak rohingya dan pemerkosaan perempuan rohingya, pemukulan brutal, pembakaran desa-desa muslim, dan penculikan warga muslim rohingya. [IZ]