JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam Aksi Solidaritas melawan kezaliman dan ketidakadilan rezim penguasa saat ini, Presedium Alumni 212 di Komnas HAM, Jum’at (14 Juli 2017) mensikapi penerbitan Perppu oleh Pemerintah, pembubaran HTI dan upaya pembunuhan terhadap ahli IT Hermansyah, serta Muhammad Hidayat, pelapor ujaran kebencian Kaesang Pangarep dan kezaliman lainnya yang menimpa anak bangsa.
Ketua Presedium Alumni 212, Ansfuri Idrus Sambo dalam pernyataan sikapnya, menolak Perppu Pembubaran Ormas, karena bertentangan dengan UUD 45 dan HAM. Perppu tersebut sangat berpotensi digunakan oleh Rezim Penguasa untuk membungkamkan kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat terhadap ormas-ormas yang berseberangan dengan rezim penguasa.
Kemudian, menolak pembubaran HTI dan ormas-ormas Islam lainnya. Mengingat selama ini kehadiran ormas Islam banyak memberikan kontribusi dalam perbaikan dn peningkatan kualitas akhlak anak Bangsa.
Presedium Alumni 212 mengutuk kezaliman pihak-pihak tertentu terhadap Hermansyah (Ahli IT yang menangani Kasus Rekayasa Chat Habib Rizieq) dan meminta Komnas HAM untuk membentuk Tim Investigasi khusus menyelidik dan mengungkapkan dalang dibalik upaya pembunuhan terhadap Hermansyah.
“Kami juga menolak kriminalisasi dan diskriminasi hukum terhadap Muhammad Hidayat yang melaporkan ucapan kebencian yang dilakukan oleh Kaesang Pangarep putra Jokowi. Bagaimana mungkin yang melaporkan suatu kejahatan malah ditersangkakan, sementara yang melakukan ujaran kebencian malah bebas dan tidak diproses hukum, hanya karena yang bersangkutan adalah putra dari penguasa negeri ini.
Hal ini, kata Sambo, sangat melanggar azas Equality before the Law, jika hal ini dibiarkan, maka akan terjadi ketidakpercayaan rakyat kepada penegakan hukum dinegeri ini yang melakukan tebang pilih dan diskriminasi hukum.
Presedium Alumni 212 menolak kriminalisasi terhadap siapapun, termasuk kepada lawan politik sebagai upaya balas dendam politik, karena kekalahan Ahok di Pilkada Jakarta.
“Menghimbau kepada Jokowi untuk menghentikan hal-hal yang akan menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah kehidupan bernegara yang dapat menimbulkan konflik horizontal dan membahayakan keutuhan NKRI.”
“Kami meminta kepada kepolisian untuk berlaku profesional dan proporsional serta tidak bertindak diskriminatif dalam menindak kasus hukum. Termasuk narapidana yang diperlakukan secara khusus. Ahok misalnya, tidak jelas dimana rimbanya, Sangat disayangkan, jika polisi sangat berbeda dan diskriminatif ketika menangani kasus-kasus yang menimpa umat Islam, ulama dan aktivis pro keadilan,” ungkap Ustadz Sambo. (desastian)