JAKARTA (Panjimas.com) – Merespons terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Kuasa Hukum HTI Yusril Ihza Mahendra menantang pemerintah untuk menjelaskan definisi ormas yang bertentangan dengan Pancasila.
“Memang, hal itu dijelaskan dalam salah satu pasal. Hanya saja, menurutnya hal itu masih dalam definisi yang ambigu,” kata Yusril seperti dikutip viva, di kantor HTI, Jakarta, Kamis (13/7/20)
Untuk itu, Pakar Hukum Tata Negara tersebut mengaku mantap membawa poin itu ke MK untuk menantang pemerintah menjelaskan apa definisi dari Ormas yang menentang Pancasila.
“Memang ada dijelaskan sedikit di pasal 59 ayat 4 itu antara lain katanya adalah paham yang menyebabkan paham atheisme, marxisme, komunisme, dan seterusnya, itu kan memang hanya contoh saja, hanya penjelasan saja yang tidak mengandung norma apapun. Pada akhirnya penafsiran dalam pasal 59 ayat 4 kalau tidak dibawa ke pengadilan itu akan dilakukan sepihak oleh pemerintah sendiri,” kata dia.
Ia pun menegaskan, pemerintah secara sepihak menilai HTI itu bertentangan dengan Pancasila namun tak didasari dengan penjelasan yang jelas. Selain itu, kata dia, ada pula aturan yang tumpang tindih, misalnya saja, setiap anggota ormas penentang Pancasila bakal dikenakan sanksi hukuman hingga pidana seumur hidup.
“Dalam pasal 82 dari Perppu ini diatur sanksi pidana, tapi setiap orang yang menjadi pengurus dan yang menjadi anggota organisasi yang bersangkutan bisa dipidana dengan ancaman pidana seumur hidup. Kami menganggap pasal ini karet,” ujar dia.
Seperti diketahui, Hizbut Tahrir Indonesia berencana ajukan gugatan uji materi atau Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi pada Senin pekan depan, 17 Juli 2017. (yan)