JAKARTA (Panjimas.com) – Pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait pembubaran organisasi masyarakat (Ormas).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (atau disingkat Perpu atau Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
Ketua Eksekutif Nasional Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia, Chandra Purna Irawan,MH, dalam siaran persnya mengatakan, subyektivitas Presiden dalam menafsirkan “hal ihwal kegentingan yang memaksa” yang menjadi dasar diterbitkannya PERPU, Prosedur pembentukan Perpu menjadi kewenangan mandiri dan otoritatif Presiden, tanpa melibatkan persetujuan legislatif/parlemen.
Penerbitan Perpu diduga dilakukan dalam kerangka untuk menyimpangi proses dan prosedur hukum pembubaran sebagainya diatur UU Ormas (mem-by pass); Memindahkan otoritas pembubaran dari Pengadilan kepada Pemerintah, dalam hal ini Kemenkumham; Menarget Aktivitas dan Individu Anggota Ormas, berupa: pembekuan aset & kegiatan Ormas secara serta merta dan kriminalisasi kepada anggota dan/atau simpatisan ormas; Mengalienasi individu dan/simpatisan ormas dari masyarakat.
“Penerbitan Perpu tersebut, maka yang terjadi tindakan tersebut hanya akan meningkatkan kesan represif pemerintah terhadap jaminan berekspresi, berorganisasi, berkumpul dan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh UUD’45,” kata Chandra.
Chandra menduga bahwa kondisi negara sedang dalam keadaan darurat hukum. Perlu untuk segera dan serta merta diambil tindakan kongkrit menyelamatkan negara dari upaya oknum dan sekelompok individu yang hendak menyalah gunakan wewenang dan kekuasaan untuk merealisir tujuan politik dan kepentingannya. Negara diduga telah bergeser dari “Rechtstaat” (negara hukum) menjadi “Machtstaat” (negara kekuasaan). (desastian)