SOLO (Panjimas.com) – Enam bulan telah lewat “teroris ” yang menyerang Novel Baswedan tidak ketahuan rimbanya. Pada saat yang bersamaan “teroris panci ” berulang ditumpas. Kita patut heran, bom panci cepat diringkus, penyiram air keras yang meninggalkan petunjuk motor, tidak dikembangkan untuk membuka tabir penyiram wajah penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu.
Pakar pidana Universitas Juanda Bogor (Unida), Dr Muhammad Taufiq, SH,MH, mempertanyakan mengapa nasib buruk selalu menimpa orang baik. Seperti sekarang, Hermansyah ahli IT ITB yang analisanya berseberangan dengan penyidik soal chat Habieb Rizieq, diserang teroris secara brutal .
“Jika kita menyebut negara, tentu polisi yang paling bertanggung jawab atas 2 kejadian itu untuk menjaga keamanan masyarakat. Jangan sampai orang jahat bernasib mulia orang baik bermandi celaka,” ungkap Taufiq pada Panjimas.com, Ahad (9/7/2017).
Semua peristiwa tersebut memperkuat opini publik bahwa meski memiliki aparat dan lembaga hukum yang lengkap, Indonesia sesungguhnya sedang dilanda anarki. Kalau toh ada, menurut mantan kuasa hukum Amrozy cs itu, sesuai dengan opini publik yang terus berkembang, hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
“Ini mungkin terkait dengan kegagalan aparat keamanan melindungi warga negara. Dan kenapa praktek hukum yang hancur ini terjadi usai Ahok kalah? Rasanya kita tidak hidup di zaman Belanda namun kenyataan membuktikan bahwa masih sangat banyak peraturan pemerintah dan undang-undang di Indonesia di zaman ini dipakai untuk mengebiri kaum pribumi agar tak berkutik menghadapi penjajahan penguasa,” kata pimpinan lembaga bantuan hukum MT&P (Muhammad Taufiq and Parnert) itu. [SY]