JAKARTA (Panjimas.com) – Pakar pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof DR.Mudzakkir, SH, MH menyebut polisi kini meninggalkan ilmu pengetahuan hukum pidana sebagai dasar menegakkan hukum. Mudzakkir memandang polisi menciptakan instrumen sendiri, kemudian menjadikan instrumen tersebut sebagai parameter mereka dalam melakukan penyelidikan.
“Kalau menurut saya begini, ini kan menilai bahwa apakah konten yang disampaikan itu bernada menghina atau tidak, atau menyebar kebencian atau tidak. Itu parameternya seharusnya pakai ilmu pengetahuan Hukum Pidana. Tetapi kalau praktek sekarang ini kan lebih banyak dipakai instrumen yang dibuat polisi, penyidik sendiri. Jadi nggak ada standar ilmiah yang baku, yang bisa dijadikan rujukan teknik cara menetapkan ujaran kebencian itu seperti apa,” ucap Mudzakkir.
Mudzakkir kemudian mencuatkan asas hukum “equality before the law” yaitu persamaan di mata hukum. Mudzakkir juga mengatakan semestinya polisi menjalankan tahap-tahap penyelidikan. “Semua masyarakat Indonesia, itu kan asasnya equality before the law, atas dasar itu pertanyaan kritis saya mengapa (pelapor) belum diperiksa tiba-tiba muncul pernyataan distop,” tutur dia.
“Seharusnya ada proses terlebih dahulu, misalnya pelapor diperiksa, terlapor diperiksa, saksi lain diperiksa, ahli bahasa diperiksa,” disampaikan Mudzakkir.
Terakhir, Mudzakkir menekankan pentingnya aparat kepolisian membuktikan objektivitas mereka dalam kasus Kaesang ini. Mengingat kasus ini sudah dihentikan penyelidikannya, Mudzakkir menyarankan polisi buka-bukaan soal materi gelar perkara yang melahirkan kesimpulan tidak ada unsur pidana dalam ucapan ‘ndeso’ Kaesang di vlognya.
Paling tidak harus objektiflah. Kalau polisi sudah menutup perkaranya, ya sudah dijelasin sejelas-jelasnya mengapa perkara ditutup. Supaya orang bisa menerima ‘Oh… karena itu kasusnya diclose‘. Sekarang buktinya apa kalau tidak ada unsur pidananya.
“Profesionalisme penyidik itu terletak pada dia sudah mengumpulkan bukti-bukti. Buktikan kalau penyidik sudah melakukan proses pengumpulan keterangan, upaya mengumpulkan bukti-bukti. Materi penyelidikan, penyidikan itu disimpan sementara kalau proses penyelidikan berlanjut, disimpan sampai nanti di persidangan. Ini kan tidak,” pungkas Mudzakkir. [ES]